Paket Ekonomi X Jokowi Dianggap Jauhkan Indonesia dari Kemandirian Ekonomi
Jakarta, LintasParlemen.com–Sikap pemerintah dalam Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) X dinilai terlalu berani dalam memberikan banyak fasilitas bagi investor asing untuk melakukan investasi di Indonesia. Disadari, Indonesia memang tengah membutuhkan investasi asing untuk mempercepat pembangunan.
Namun, Ekonom Universitas Sam Ratulangi Manado Agus Tony Poputra menyatakan, fasilitas yang diberikan pemerintah dalam mendukung pembangunan nasional justru akan mencederai nasionalisme dan menjauhkan Indonesia dari kemandirian ekonomi yang menjadi nafas Nawacita. Menurutnya, salah satu fasilitas yang bisa menjauhkan dari kemandirian ekonomi adalah paket kebijakan ke-X tentang perubahan daftar negatif investasi (DNI).
“Ke depan, Indonesia semakin terjajah secara ekonomi dan semakin banyak anak bangsa yang menjadi budak asing di negeri sendiri,” kata Agus di Jakarta, Sabtu (13/2/2016).
Dia menambahkan, kondisi ini menyebabkan investasi asing memiliki berbagai konsekuensi negatif. Pertama, investasi asing akan mengutamakan bahan baku impor terutama dari negara asalnya sehingga terjadi aliran dana ke luar negeri dan nilai tambah domestik yang tidak besar. Sebagai contoh, susahnya pemerintah membujuk Freeport untuk menggunakan produk dalam negeri.
Kedua, bila investasi asing memanfaatkan Indonesia sebagai pasar produknya, maka di masa mendatang semakin banyak uang yang mengalir keluar dari Indonesia dalam bentuk dividen, royalti, dan sebagainya, di luar bahan baku. Ini akan mempengaruhi likuiditas perbankan serta cadangan devisa dalam negeri ke depan.
Ketiga, tegas Agus, bila investasi asing berorientasi ekspor, ini juga tidak terlalu memberikan dampak positif yang besar terhadap likuiditas perbankan serta cadangan devisa dalam negeri. Saat ini saja, hanya sebagian kecil hasil ekspor yang masuk ke dalam perbankan domestik karena ditahan di luar negeri terutama di negara asal investor.
“Keempat, investasi asing umumnya banyak memberikan kompensasi bagi pekerja asing jauh lebih besar dibanding pekerja lokal pada jabatan atau beban kerja yang setara. Akibatnya tenaga kerja lokal menghadapi ketidakadilan kompensasi dan uang kompensasi itu akan megalir ke negara asal pekerja asing,” jelas dia.
Tidak hanya itu, menurutnya, konsekuensi yang paling dikhawatirkan adalah apabila investor asing semakin dominan, maka mereka dapat menyandera kebijakan pemerintah. Tindakan tersebut dalam bentuk boikot berproduksi, melakukan tuntutan ke lembaga arbitrase internasional, ataupun mempermainkan nilai Rupiah.
“Adanya konsekuensi negatif dari investasi asing, maka investasi asing yang diberikan keistimewaan, haruslah memberikan benefit jauh lebih besar dari konsekuensi tersebut. Penambahan porsi kepemilikan asing dalam suatu bisnis yang merupakan salah satu bentuk keistimewaan,” tambahnya.
Menurut Agus, konsekuensi negatif dari investasi asing perlu didasarkan pada kriteria yang semestinya, seperti, investasi memiliki nilai strategis untuk mempercepat pembangunan, misalnya infrastruktur. Kemudian, investasi yang membutuhkan dana besar atau menggunakan teknologi yang belum mampu disediakan dalam negeri. Kriteria selanjutnya yaitu peralihan teknologi, menciptakan lapangan kerja yang luas, dan banyak menggunakan bahan baku dalam negeri (Okezone)