Pansus RUU Sisnas Iptek Bahas Perlindungan Peneliti Lokal atas Peneliti Asing

 Pansus RUU Sisnas Iptek Bahas Perlindungan Peneliti Lokal atas Peneliti Asing

JAKARTA – Saat ini minat peneliti asing untuk melakukan penelitian di Indonesia sangat tinggi karena posisi Indonesia yang strategis dengan keanekaragaman hayati dan fauna yang cukup tinggi. Besarnya minat ini terbukti dari jumlah permohonan yang cukup banyak di berbagai bidang penelitian.

Hal itu terungkap dalam rapat Pansus RUU Sisnas Iptek melaksanakan RDPU dengan menghadirkan Prof. Rachmaniar (Ahli Kelautan dan Kemaritiman), Dr. Ir. Bakri Arbie (Ahli Rekayasa Nuklir Indonesia), dan Dr. I Nyoman Jujur (Ketua Himpunan Perekayasan Nasional (HIMPERINDO).

Berdasarkan data tahun 2009, Kemenristekdikti menerbitkan 461 Surat lzin Penelitian (SIP), tahun 2010 sebanyak 570 SIP, dan pada tahun 2015 sebanyak 537 SIP.

Tingginya minat peneliti asing untuk melakukan penelitian di Indonesia harus disikapi dengan
bijak oleh Pemerintah Indonesia sehingga disatu sisi terjadi transfers of knowledge kepada peneliti dalam negeri dan disisi lainnya terlindunginya kekayaan alam Indonesia dari objek penjarahan intelektual yang terkadang dilakukan oleh peneliti asing.

Dalam pemaparannya Rachmaniar mengatakan bahwa dalam pengalamannya sebagai penelliti, seringkali para peneliti asing mengambil sebanyak- specimen tanpa ada pengawasan dari lembaga terkait.

“Selain itu terkadang para peneliti asing memanfaatkan universitas di daerah untuk
memperoleh specimen tertentu dengan imbalan pemberian dana penelitian. Untuk itu
keberadaan peneliti asing perlu diatur dengan baik didalam RUU Sisnas Iptek untuk
menghindari pencurian specimen tertentu keluar negeri tanpa sepengetahuan Indonesia,” papar Rachmaniar.

Sedangkan Dr. Ir. Bakri Arbie mengusulkan agar didalam RUU Sisnas Iptek yang dibahas di DPR agar besaran pendanaan untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di tetapkan sebesar 1% dari GDP Nasional dari Tahun 2019 sd. 2024 dan dipertimbangkan menjadi 2% dari GDP Nasional dari Tahun 2025 hingga 2030.

“Sedangkan dalam hal kelembagaan Iptek
diperlukan kelembagaan setingkat Menteri Koordinator yang membawahi dan
mengkoordinasikan pembinaan SDM, Ristek, Inovasi, dan Industri mengingat permasalahan
yang terjadi saat ini, sulitnya koordinasi antar lembaga terkait. Kelemahan koordinasi ini
kemudian berdampak pada lemahnya pengawasan terhadap kegiatan peneliti asing yang beraktivitas di Indonesia,” jelas Bakrie.

I Nyoman pandangannya bahwa diperlukan pengaturan terkait perlindungan hukum
terhadap perekayasa dalam uji coba hasil produk kerekayasaan karena adanya resiko
kegagalan pada bagian fase penerapan.

Sehingga, lanjut I Nyoman, aspek resiko kegagalan tersebut ditangani berdasarkan kaidah ilmiah bukan melalui kaidah hukum sehingga tidak dapat dituntut secara hukum kecuali ada unsur kesengajaan atau untuk memperkaya diri sendiri.

“Selain itu perlu ada kebijakan pemerintah yang tegas pada peningkatan kandungan teknologi local yang berkelanjutan dengan memastikan bahwa BUMN dan Industri Swasta nasional juga melakukan peningkatan kualitas produknya berdasarkan hasil Litbang Jirap Nasional yang dibiayai Pemerintah,” terang I Nyoman.

Terkait hal tersebut Ir. Daryatmo Mardiyanto selaku Ketua Pansus menyatakan, perlindungan terhadap peneliti dalam negeri perlu dilakukan, namun keberadaan peneliti asing tidak perlu dilarang untuk itu masalah ini akan menjadi salah satu perhatian bagi anggota pansus dalam membahas RUU Sisnas Iptek nanti Bersama pemerintah.

“Selain itu, diakui bahwa anggaran penelitian kita masih sangat rendah atau hanya 0,02% dari GDP. Jika kita bandingkan dengan Korea Selatan dimana alokasi anggaran untuk penelitan mencapai 4% dari GDP. Hal lainnya
jumlah peneliti di Korea Selatan saat ini mencapai 450.000 peneliti atau sekitar 1% dari jumlah penduduk. dan pemerintah Korea Selatan mengalokasikan anggaran penelitian untuk 5 tahun ke depan bagi peneliti yang judul penelitiannya mendapatkan persetujuan,” ungkap politisi PDI Perjuangan ini.

“Ini berarti kita tertinggal jauh dengan Korea Selatan dari sisi penganggaran kebiatan penelitian. Sedangkan terkait pemanfaatan hasil litbang bagi Industri dalam negeri menjadi perhatian anggota pansus, mengingat salah satu keluhan dari peneliti dan perguruan tinggi adalah banyaknya hasil penelitian yang telah dilakukan hingga memperoleh paten, namun tidak terserap oleh industri,” sambung Daryatmo.

Di akhir kegiatan RDPU itu, Daryatmo memberikan apresiasi atas segala masukan dan usulan yang konstruktif
dariseluruh narasumber dalam memberikan pengayaan substansi terhadap RUU Sisnas Iptek.

“Segala masukan/usulan dari narasumber akan menjadi pertimbangan bagi anggota pansus dalam pembahasan RUU Sisnas Iptek nantinya,” pungkas Anggota Komisi VII ini. (Dayat)

Facebook Comments Box