PDIP: Demi Penguatan Sistem Presidential, Kita Masih Perlu Ambang Batas pada Pemilu 2019

 PDIP: Demi Penguatan Sistem Presidential, Kita Masih Perlu Ambang Batas pada Pemilu 2019

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Pro kontra terus terjadi terkait perlu tidaknya sistem parliementary treshold (ambang batas anggota DPR bisa dilantik dengan ambang batas bagi parpol peserta Pemilu) dan presidential treshold (ambang batas perolehan kursi parpol di DPR untuk mencalonkan pasangan Presiden dan Wakil Presiden) pada pemilu serentak 2019.

Seperti diberitakan sebelumnya Mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Izha Mahendra menyatakan, penentuan ambang batas pada pemilu sudah tidak ada relevansinya pasca putusan MK tahun 2014 yang menyatakan bahwa Pemilu untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan Presiden/Wakil Presiden mulai tahun 2019 wajib dilaksanakan serentak pada hari yang sama.

Namun menurut Anggota Komisi II DPR Rahmat Nasution Hamka, sebaiknya perbedaan pandangan ini dikembalikan pada esensi tujuan dari demokrasi yang akan dibangun di Indonesia.

Rahmat mengungkapkan, jangan sampai kebijakan politik yang dihasilkan di DPR nantinya hanya menjauhkan bangsa ini dari arah demokrasi yang dianut di Indonesia yakni penguatan sistem presidential.

“Menyikapi ambang batas dalam Pansus RUU Pemilu, menurut saya kita harus melihat arah demokrasi yang hendak kita bangun, yaitu adanya penguatan sistem presidential. Hal ini dulu yang harus jadi pedoman dan pertimbangan dalam memutuskan sistem pemilu dan Parliament/Presidential Threshold,” kata Rahmat pada lintasparlemen.com, Ahad (22/1/2017).

Politisi muda PDIP ini menyampaikan bahwa pihak yang ingin menghilangkan PT pada sistem kepemiluan di Indonesia memiliki pemikiran kurang rasional. Ditambah dengan tafsiran yang dinilainya sesat karena didasarkan pada putusan MK bahwa Pemilu dilaksanakan secara serentak Pileg dan Pilpres 2019

“Adanya keinginan untuk menghilangkan PT menurut saya sesuatu yang kurang logis dan irasional. Apalagi diiringi dengan keinginan menghilangkan Presidential Threshold, kemudian diikuti dengan tafsir sesat yang merujuk pada putusan MK dilaksanakannnya Pemilu serentak pileg dan pilpres 2019. Maka tidak diperlukan lagi adanya ambang batas baik bagi parpol dan pilpres,” jelas politisi asal Dapil Kalimantan Tengah ini.

Ia menilai pihak-pihak yang memaksakan kehendak ingin menghilangkan batas PT pada sistem kepemiluan di tahun 2019 adalah oknum yang ingin merusak tatanan arah demokrasi di Indonesia.

“Hal ini cukup ironis karena akan mengganggu arah demokrasi yang ingin kita bangun yaitu penguatan sistem Presidential,” pungkas Rahmat. (HMS)

Facebook Comments Box