PDIP Makin Geram dengan Kebijakan Ahok yang Tidak Pro Rakyat!
JAKARTA, Lintasparlemen.com -Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berencana menertibkan Kampung Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Eksekusi penertiban kampung di bantaran Sungai Ciliwung itu akan tetap dilakukan sekalipun ada sekelompok warga yang menolak.
Mendengarkan hal itu, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menilai, Ahok tak etis memaksakan kehendak melakukan penertiban itu apalagi dengan menggunakan aparat negara untuk menggusur warganya sendiri. Apa ini tanda-tanda PDI-P akan pisah ‘ranjang’? Entahlah kita tunggu saja.
“Saya minta melakukan penegakan hukum yang proporsional, jangan arogan, jangan gunakan alat kelengkapan negara sepeprti TNI Polri untuk berkonfrontasi dengan rakyatnya sendiri,” pinta Arteria pada Lintasparlemen.com, Ahad (17/07/2016) kemarin.
Arteria menuding Ahok tidak tahu, bagamana fraksi-fraksi di DPR terus berjuang agar tugas fungsi pihak kepolisan dan TNI bekerja secara profesional untuk membela kepentingan rakyat bukan malah ‘melawan’ rakyat.
“Partai kami dan fraksi kami di DPR berusaha membuat dan meyakinkan rakyat bahkan TNI Polri itu adalah tentara pejuang dan polisi pejuang yang tidak bisa terpisahkan dari rakyat itu sendiri,” terangnya.
“Belakangan ini kan (hubungan aparat dengan rakyat, red) yang tadinya sudah hampir bagus sekarang berjarak lagi dengan adanya aksi penggusuran.
Kasihan institusi TNI dan Polri saat ini sedang membangun citranya menjadi tentara pejuang dan polisi pejuang, jangan dikotori untuk berhadapan dengan rakyat. Silahkan pakai satpol PP saja. Itu pun saya tidak merekomendasikan,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu mengungkapkan, penggusuran yang dilakukan Ahok selama ini tidak memiliki efek positif bagi pembangunan DKI Jakarta khususnya bagi masyarakat. Malah kebijakan Ahok itu hanya mengeluarkan anggaran besar.
“Jangan terlalu gegabah dan arogan untuk menggusur, saya mau sampaikan berapa banyak biaya yang keluar untuk kampung melayu, Kali Jodoh dan Luar Batang? Apa itu sangat mendesak? Apa urgensinya begitu hebat? Apa manfaatnya langsung tidak terlihat? Justru kita harusnya fokus terlebih dahulu untuk membahas tata ruang DKI sebagai sumber dari kepastian hukum dan rasa keadilan. Apa benar tata ruang DKI ini ideal untuk DKI? Apa perlu ditinjau ulang dalam konteks keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan dan perikemanusiaan?” tanyanya.
Yang ada malah, lanjut Arteria, rakyat memandang Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki stigma negatif. Apalagi dengan adanya Pemrov menggugat warganya, seharusnya Pemprov menyadarkan warganya, bukan mengajaknya ‘berantem’.
“Apalagi kalau sampai bicara gugat menggugat, kan lucu Pemprov gugat rakyatnya? Rakyat itu pemegang kedaulatan kok digugat? Pemprov itu kan pelaksana kedaulatan rakyat, jangan kebalik-balik, mau ancam gugat warga? Warga yang keliru khilaf dan salah harus disadarkan, dibina, itu gunanya pemerintahan kelurahan, kita tambah lagi dengan Babinkamtibmas yang berinteraksi langsung dengan rakyat,” terangnya.
Ia juga ‘melawan kebijakan Ahok’ soal kursi lurah di DKI tak perlu dilakukan dengan lelang jabatan. Alasannya, kursi lurah perlu diduduki orang berintegritas dan mampu mengayomi rakyat.
“Makanya lurah juga jangan pula lewat lelang jabatan, lurah itu ga perlu pinter-pinter banget, tapi dia harus berintegritas, bisa bersosialisasi dan mengayomi warganya. Saya bingung, memimpin rakyat polanya seperti mengelola perusahaan, bahaya itu, dan jangan selalu menantang rakyat untuk ini itu,” ujar Arteria.
“Nanti kalau rakyat bergerak Pak Ahok harus berani bertanggung jawab. Kebetulan saya dari kecil tinggal d Tanah Abang, walau ga kenal dengan Pak Haji Lulung tapi sedikit banyaknya tahu lah kehidupan Jakarta,” pungkasnya. (HMS)