PDIP Tawarkan Pasangan Djarot vs Ahok, bukan Ahok vs Djarot
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Beberapa hari terakhir PDIP dibuat pusing dengan ‘ulah’ akrobat politik calon gubernur DKI Jakarta yang juga incumbent Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengklaim dapat dukungan dari Ketum PDIP sebagai calon gubernur.
Bahkan di internal PDIP ada yang mewacanakan Djarot Saiful Hidayat menjadi DKI satu sedangkan Ahok jadi DKI 2 dengan banyak pertimbangan.
“Ya, pagi tadi saya dengar ada desakan yg menginginkan Pak Djarot menjadi DKI 1 lalu kemudian wakilnya Pak Ahok. Bagi DPP, partai tentunya opsi ini lebih mudah diterima logika dan mudah pula menjelaskannya ke struktur partai hingga ke akar rumput,” jelas Arteria Dahlan pada Lintasparlemen.com, Jakarta, Selasa, (23/08/2016) kemarin.
Dengan begitu menurut Aretria, ada unsur keadilan di dalamnya. Apalagi Djarot adalah kader PDIP yang juga sebagai partai pemenang pemilu 2014 lalu dengan kursi di DPRD yang mayoritas, sebanyak 28 kursi.
Sementara tiga partai Nasdem, Golkar dan Hanura sebagai partai pengusung Ahok hanya memiliki 23 kursi di DPRD DKI, kursi PDIP lebih banyak, kata Arteria.
“Ini kan hanya sekadar tukar posisi, pemerintahan kan kolektif kolegial antara gubernur dan wakil gubernur nantinya. Saya menilai opsi ini cukup logis dikarenakan lima alasan mendasar,” terang Anggota Komisi II DPR ini.
Berikut Alasan Opsi Djarot DKI 1 vs Ahok DKI 2 dari versi Arteria Dahlan:
Pertama, PDI Perjuangan selaku partai pemenang pemilu tak hanya menang pemilu 2014 lalu tapi demi hukum yang berhak untuk mengusung calon sendiri tanpa harus berkoalisi. Tentunya dalam posisi ini kira-kira berpeluang untuk mengususng calon gubernur dan wakil gubernur sendiri atau mengusung setidaknya calon gubernur dan wakilnya dari partai lain
Kedua, secara perolehan kursi dan jumlah dukungan saat ini posisi Ahok dengan didukung koalisi 3 partai baru mengumpulkan 23 kursi DPRD, masih jauh dibandung perolehan PDI Perjuangan 28 kursi DPRD dan mitra koalisi tak mensyaratkan apapun.
Artinya hanya mengusung Ahok bahkan menghormati sikap PDI Perjangan dalam menetapkan konfigurasi cagub dan cawagub. Itu yang saya tangkap dalam pembicaraan mereka.
Ketiga, semua bakal paslon ini belum ada dan belum pernah sekalipun teruji bahwa mereka benar-benar pilihan rakyat. Ahok sekalipun jadi gubernur tapi bukan gubernur pilihan rakyat, tapi gubernur yang menggantikan posisi Jokowi. Jd Ahok tak ada bedanya dengan Djarot.
Keempat secara politis, Djarot punya keunggulan politis atau political conparative advantage. Djarot saat ini menjabat sebagai ketua DPP PDI Perjuangan, partai pemenang pemilu yang terbukti solid dan punya jaringan dan pengurus sampai ke RT RW, bahkan berpengalaman menjadi PLT Ketua DPD DKI yang tah hanya paham DKI, tapi paham karakter dan kearifan lokal Jakarta dan punya basis massa yang riil, tak pakai pencitraan.
Kelima, Djarot memiliki keunggulan dari sisi komunikasi politik, yang mampu menjembatani kepentingan pemerintahan daerah. Karena berdasarkan UU Pemda, pemerintahan daerah itu unsurnya ada kepala daerah dan DPRD, sehingga harmoni dan sinergi mutlak diperlukan.
Alasan itu sehingga politisi muda PDIP itu bersemangat mendorong pasangan Djarot vs Ahok untuk DKI Jakarta, bukan Ahok vs Djarot seperti diwacanakan beberapa hari ini.
“Secara pribadi saya tak keberatan dan berpikir mungkin opsi keempat, opsi Djarot (cagub) – Ahok (cawagub) layak juga dipertimbangkan. Hal itu seperti dengan pernyataan pak Ahok yang katanya tak mengejar jabatan dan mau mengabdi untuk masyarakan Jakarta. Dengan Ahok bersedia menjadi wakil, saya pikir segalanya akan jadi lebih baik dan indah, persoalannya tinggal pada Pak Ahok, apa beliau bersedia atau tidak?” tawarnya pada Ahok. (HMS)