Pembahasan RUU Molor karena Urus Pilkada, FS: Di Partai Saya Dapat Teguran Tertulis

 Pembahasan RUU Molor karena Urus Pilkada, FS: Di Partai Saya Dapat Teguran Tertulis

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Sekjen Depinas Soksi) Firman Soebagyo Saat diwawancara TV Parlemen

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Kinerja DPR RI melahirkan undang-undang dan melakukan pengawasan pada kebijakan pemerintah dinilai oleh publik kurang maksimal beberapa tahun terakhir ini.

Sikap lamban itu dijawab langsung oleh Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg), Firman Soebagyo. Usai rapat dengan pimpinan komisi di ruang kerja Baleg, Nusantara I DPR RI, (Senin, 24/10/2016 kemarin) Firman mengungkapkan penyebab minimnya UU yang dihasilkan pihaknya.

Padahal, target mengenai RUU sudah ditentukan pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pada kesempatan itu, Sekretaris Dewan Pakar Golkar itu menyampaikan sejumlah catatan kepada seluruh pimpinan komisi DPR dalam rapat evaluasi Prolegnas 2016 itu.

“Banyak kita bahas bersama Komisi dan Pansus terkait evaluasi Prolegnas 2016. Saya sampaikan pada kawan-kawan di komisi untuk fokus. Dan saya minta ketegasan kalau konsisten dengan RUU yang dibahas maka dalam 3 kali masa sidang seharusnya sudah disahkan atau dihentikan pembahasannya. Karena ini terkait masalah anggaran yang ada,” jelas Firman yang juga Ketua Panja Prolegnas 2016 ini.

Seperti pembagian sebelumnya, Firman menyampaikan bahwa tiap komisi dapat jatah dua RUU untuk diselesaikan di tingkat komisi. Jika tiap RUU tidak dapat menyelesaikannya dalam 3 kali masa persidangan. Maka RUU  itu secara otomatis dihentikan pembahasannya, tergantung apa masalahnya di masing-masing RUU itu.

“Aturan itu sesuai dengan Pasal 143 tatib DPR RI yang berbunyi “Pembahasan dilakukan dalam jangka waktu 3 (tiga) kali masa sidang)”. Sehingga selama 3 kali masa sidang minimal tiap Komisi itu bisa menghasilkan minimal 1 RUU, dan kita berharap tiap komisi bisa menghasilkan 2 RUU dalam 1 tahun masa persidangan,” jelas Sekjen Soksi ini.

“Sekarang kan, dengan perpanjangan masa persidangan bisa menjadi 4 bahkan sampai 7 kali, itu pemborosan. Ini tidak bagus. Ini yang harus diperbaiki dari kita,” sambung Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini.

Pada kesempatan itu, Firman sempat bertanya pada Pimpinan Komisi yang hadir terkait kendala yang dihadapi pada tiap-tiap komisi atau pansus dalam menyelesaikan 1 RUU.

Dengan jelas, Wakil Ketua Pansus RUU Minol, Aryo Djojohadikusumo dari Fraksi Gerindra membeberkan beberapa masalah menjadi kendala dalam menyelesaikan RUU larangan minuman beralkohol pada tingkat pansus.

“Kita sadar dari anggota Pansus (Minol) ini kebanyakan yang urus Pilkada, sehingga tiap rapat jarang kuorum. Kemudian ada masalah saat proses reshuffle pergantian Mendag dan Menperin kemarin sehingga pembahasan agak molor. Ini masalahnya,” jelas Aryo asal Dapil DKI Jakarta ini.

Dengan jawaban Aryo itu, Firman memberi solusi seperti yang dialami dalam internal Fraksi Partai Golkar DPR RI. Ia mengatakan bahwa solusinya ada di tiap fraksi.

Firman menegaskan, jika ada anggota Pansus, Panja atau Komisi yang sibuk mengurus pilkada sebagai contoh. Maka pimpinan Pansus itu melaporkan ke tiap fraksi dalam Pansus untuk mengganti nama anggota tersebut agar bisa terlibat dalam pembahasan RUU itu.

“Soal itu, seharusnya pimpinan Pansus dan Panja untuk melaporkan ke masing-masing fraksi dan tiap fraksi mengimbau soal tingkat keaktifan anggotanya. Kalau di fraksi saya (fraksi Partai Golkar) ada teguran tertulis, kalau ada anggota lebih dari 3 kali berhalangan ikut rapat. Maka akan diganti anggota tersebut sesuai kebijakan partai,” pungkasnya. (HMS)

Facebook Comments Box