‘Penerbitan Perppu Kebiri hanya Akal-akalan Pemerintah saja’

 ‘Penerbitan Perppu Kebiri hanya Akal-akalan Pemerintah saja’

JAKARTA, LintasParlemen.com – Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta pemerintah tidak hanya menerbitkan Perppu Kebiri, dan hanya mendorong agar cepat selesai pembahasan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).

Namun menurut Uchok, jika Presiden Jokow Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla benar-benar menginginkan membenahi permasalahan ini, maka bisa dilihat dari keseriusan pemerintah mengalokasikan anggara untuk menata pencegahan kekerasan seksual itu.

“Yang lebih konkrit dan terpenting itu, kalau Presiden Jokowi serius membela perempuan adalah dengan memberikan alokasi anggaran yang memadai kepada pencegahan kekerasan seksual,” kata Uchok pada LintasParlemen, Jakarta, Rabu (08/06/2016) waktu sahur.

“Mumpung, sebentar lagi APBN Perubahaan 2016 akan dibahas antara Pemerintah dengan DPR, maka harus ada penambahaan anggaran untuk pencegahan atas kekerasan seksual itu,” sambung Uchok.

Itu bisa dilihat, terangnya, dari alokasi anggaran yang ada dalam kementerian atau lembaga negara, Presiden Jokowi sangat pelit atau minim sekali keberpihakannya atas alokasi anggaran kepada pencegahan dan penanggulangan atas kekerasan seksual yang makin marak terjadi akhir-akhir ini.

Ini porsi alokasi anggaran yang dialokasikan pemerintah sesuai data CBA:

1). Untuk kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak hanya sebesar Rp.769.3 milyar. Dari Rp.769.3 milyar ini, harus dikurangi sebesar Rp.36.7 milyar untuk gaji pegawai.

2). Alokasi anggaran perempuan pada komisi hak azasi manusia hanya sebesar Rp.3.34.420.000 pada program pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan pemenuhan hak korban.

3). Di kementerian sosial, dana yg tersedia hanya sekitar Rp.60.390.000.000 untuk perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan pekerjaan migran.

Dari alokasi anggaran di atas, menurutnya, total anggaran untuk pencegahan dan penanggulangan atas kekerasan seksual hanya sekitar Rp.823 miliar.

Tentu alokasi anggaran ini sungguh sangat memprihatinkan. Secara otomatis dengan anggaran sekecil itu pemerintah tidak akan bisa melindungi perempuan dari para penjahat kelamin tersebut.

Bagaimana jika pemerintah menyatakan bahwa alokasi anggaran untuk melakukan pencegahan dari kejahatan itu ada di pihak kepolisian?

Namun buktinya, tetangnya, pihak kepolisian juga tidak bisa berbuat banyak lantaran anggaran untuk penangan tindak pidananya, pihak kepolisian hanya punya anggaran untuk satu kasus atau penanganan pidana umum sebesar Rp.6.509.725 per kasus.

“Masalah kurangnya anggaran bagi perlindungan perempuan ini makin diperparah karena penggunaannya pun terlihat belum efektif. Tidak terlihat adanya program nyata pemerintahan ini yang pro terhadap perempuan dan pro perlindungan perempuan,” terangnya.

Kasus perkosaan yang semakin menjadi-jadi menambah parah kasus perdagangan perempuan yang hingga saat ini belum ada hasil kerja dari pemerintah dalam menanggulangunya.

Namun, Ucokh menanggapi, berbeda jika pemerintah mengalokasikan dana bagi lembaga baru yang tidak jelas kerjanya. Pemerintah mengeluarkan dana besar seperti Badan Ekonomi Kreatif, Pemerintahan Jokowi mengeluaran anggaran hingga Rp1.1 Triliun.

“Terlepas dari alokasi anggaran bagi perlindungan dan kenyamanan perempuan dimana pemerintah kikirnya “minta ampun” banget, tetapi kalau buat lembaga yang baru terbentuk tapi kerjanya tidak jelas, seperti Badan Ekonomi Kreatif Pemerintah Jokowi sampai bermurah hati memberikan anggaran sampai sebesar Rp.1.1 Triliun,” pungkasnya. (Mahabbahtaein)

 

 

 

Facebook Comments Box