Pengamat: Dukungan DPD I Bukan Cermin Pertarungan Caketum Golkar!
JAKARTA, LintasParlemen.com – Pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy menilai munculnya dukungan terbuka dari 15 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Golkar untuk Setya Novanto bukanlah cerminan pertarungan sesungguhnya dalam perebutan calon ketua umum di partai beringin itu.
Menurutnya, pertarungan sesungguhnya ada pada DPD II yang lebih banyak jumlahnya. Selain itu, idealism kawan-kawan pengurus DPD II untuk kemajuan Golkar ke depannya lebih baik.
Noorsy mengatakan, dari tabulasi sementara saat sesi pandangan umum memang ada 15 DPD I yang mendukung Setnov. Dalam pengamatannya, pertarungan semakin mengarah ke persaingan antara Setnov dan Ade Komarudin.
“Tapi kan DPD II masih bisa merubah (sikap DPD I, red). Kan 15 DPD itu (pendukung Setnov, red) diprotes oleh DPD II. Karena DPD II yang akan menghadapi kenyataan di lapangan,” ujar Noorsy saat dihubungi, Senin (16/05/2016).
Menurutnya, sebenarnya munculnya suara DPD I pendukung Setya sudah terlihat saat kampanye caketum Golkar. Terlebih, kata Noorsy, nama Setya Novanto di bursa caketum Golkar juga mendapat dukungan dari Luhut B Panjaitan, politikus senior Golkar yang juga menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan.
Mantan politikus Golkar yang dikenal vokal itu juga sudah mendapat kabar santer tentang isu politik uang. Baginya, kabar politik uang itu semakin memperkuat Golkar sejak 2004 terjebak pada pragmatisme.
Noorsy menambahkan, syarat caketum Golkar yang amanah, jujur, cerdas dan punya kemampuan soal visi ternyata tak cukup. “Kualitas kepemimpinan Golkar bukan sekadar pada penerimaan DPD tingkat satu atau dua. Karena caketum Golkar yang jujur, cerdas dan punya visi itu juga ditantang dengan kemampuan keuangan,” tegasnya.
Ia menambahkan, Munas Golkar Bali pada 2004 menjadi titik balik perubahan Golkar. Kala itu Jusuf Kalla mengalahkan Akbar Tanjung yang telah mengantar Golkar menjadi pemenang Pemilu Legislatif 2004.
Kemenangan JK -panggilan Jusuf Kalla- kala itu telah membawa Golkar pada pragmatisme yang berlebihan. “Bahkan pragmatisme menyesatkan. Jadi 13 tahun ini Golkar rusak oleh pragmatisme menyesatkan,” tegasnya.
Karenanya Noorsy juga mengatakan, berpolitik di Golkar berarti sama dengan investasi. Termasuk saat pertarungan dalam pemilihan ketua umum. “Jadi di tingkat ketum itu berhitung soal return of investment,” tegasnya. (Misbah)