Pengamat LIPI: Revisi UU Pemilu Tidak Jelas
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menilai, ada ketidakjelasan dalam pembahasan revisi undang-undang pemilu yang telah diajukan pemerintah ke DPR RI.
Meski demikian, Syamsuddin menyadari, dalam upaya revisi itu ada subtansi yang lebih menjanjikan di balik revisi undang-undang pemilu yang diusulkan tiap lima tahun sekali itu.
“Hal pertama, adanya peningkatan kualitas pemilu per lima tahun sekali. Kedua, adanya peningkatan kualitas pelembagaan partai politik maupun pelembagaan sistem kepartaian yang lebih efektif,” kata Syamsuddin pada lintasparlemen.com, usai diskusi di Jakarta, Kamis (2/3/2017) kemarin.
“Ketiga, undang-undang pemilu itu memiliki insentif bagi peningkatan kualitas demokrasi kita. Selanjutnya, sejauh mana undang-undang itu memiliki insentif bagi peningkatan efektivitas sistem politik,” lanjutnya.
Menurutnya, dalam konteks Indonesia yang memiliki sistem presidensial, revisi UU Pemilu yang diusulkan pemerintah ke dewan mengalamai dilematis atau posisiya belum jelas.
“Kenapa ini tidak jelas, saya berpendapat bahwa memang masalahnya adalah bahwa pemerintah kita sejak awal tidak memiliki, posisi politik yang jelas dalam undang-undang,” terangnya.
Syamsuddin berpendapat, pada revisi UU Pemilu ini semestinya pemerintah Jokowi JK yang memiliki mandat politik dan mempunyai posisi politik dalam mendesain kehidupan politik yang lebih efektif ke depan
“Dan itu secara tidak langsung sudah tertuang dalam nawacita Jokowi JK, pemilu itu lebih representatif dan demokratis. Jadi ini sudah saya kemukakan di depan Pansus Pemilu. Di mana dalam naskah yang diajukan oleh pemerintah ke dewan nggak jelas posisi politiknya,” jelasnya.
“Ketidak jelasan itu bisa kita lihat ketika sistem pemilu yang bolak balik dari sistem proporsional tertutup terbatas dan proporsional terbuka terbatas. Begitu juga soal ambang batas.”
Karena itu, Syamsuddin mengusulkan di tengah ketidakjelasan itu, pemerintah mengambil alih penyelesaian revisi UU tersebut.
“Padahal pemerintah punya sikap dan lebih mudah menyelesaikan undang undang pemilu itu. Kenapa lebih mudah? Sebab pemerintah Jokowi JK punya koalisi politik pendukung yang mestinya dimanfaatkan untuk menggolkan posisi politik itu, Baik sistem pemilu, ambang batas dan persoalan dapil,” pungkasnya. (Jo)