Perjuangan PPP di Pemilu 2019 Berat dan Menantang

 Perjuangan PPP di Pemilu 2019 Berat dan Menantang

Oleh: Musni Umar, Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Saya memberi apresiasi kepada Sekjen PPP, para tokoh dan kader PPP yang telah memberi respon atas pernyataan saya yang diberitakan di media Lintas Parlemen.

Pertama, saya menegaskan posisi adalah sebagai sosiolog dan sama sekali tidak punya kepentingan apapun kecuali ingin melihat PPP tetap survive sebagai partai Islam yang pada saat-saat tertentu amat diperlukan umat Islam untuk  menyelamatkan agamanya.

Kedua, saya amat paham dinamika eksternal yang dialami PPP karena sebelum PPP pecah,  sudah ada yang memberitahu bahwa PPP dan Golkar akan diambil alih dari KMP. Bahkan paling terkini  sebelum kantor PPP di jalan Diponegoro Jakarta Pusat diambil alih kubu Romy sudah ada yang memberitahu hal itu. Dengan demikian, saya cukup paham bahwa PPP terpecah-belah seperti sekarang karena kepentingan kekuasaan.

Ketiga,  dukungan PPP pada Ahok-Djarot di putaran kedua Pilgub DKI, berdasarkan informasi yang saya peroleh karena mendapat tekanan dari penguasa.  Saya juga menduga dukungan PPP terhadap Djarot-Sihar di Sumut karena tekanan dari pihak luar.

Perpecahan PPP

Perpecahan yang dialami PPP sekarang merupakan akibat dari politik pecah belah (devite et empira) yang dilakukan penguasa.  Golkar bisa segera keluar dari politik pecah belah dengan merangkul penguasa dan kemudian mereka bisa kembali bersatu.

Sebaliknya PPP sangat  sulit mewujudkan persatuan melalui musyawarah dan rekonsiliasi.  Beberapa bulan lalu di Studio TV ONE Epicentrum Jakarta Selatan saya dan Merdeka Sirait saksi hidup  ketika Djan Faridz mempermalukan seorang anggota DPR dari PPP saat dialog di TV ONE yang menyebut dengan kata-kata tidak pantas seperti menumpang hidup di P3 dan sebagainya.  Dari peristiwa itu, saya berkeyakinan bahwa penyelesaian kasus PPP amat berat.

Sekarang secara legalitas, PPP  Romy yang memenangkan pertarungan, tetapi perpecahan masih berlanjut di akar rumput di seluruh Indonesia.  Djan Faridz tetap berjalan dengan kekuatan uangnya. Dalam Pilgub di Jawa Barat sebagai contoh, Djan Faridz mendukung Mayjen TNI Purn. Sudrajat dan H. Syaikhu, begitu pula di Jawa Tengah,  dia mendukung Sudirman Said dan HJ. Ida Fauziyah.

Perpecahan ini pasti memberi pengaruh negatif terhadap PPP pada  pemilu 2019.  Beberapa waktu lalu, Poll Mark telah melakukan survei bahwa keterpilihan PPP hanya 2,4 persen dan Litbang Kompas sebesar 1,8 persen. Pada hal menurut UU N 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bahwa parlementary threshold sebesar 4 persen.

Maka perpecahan yang dialami PPP, dan praktik politik yang dimainkan PPP yang lebih mengakomodir maunya penguasa dan pimpinan mitra koalisi pendukung pemerintah, menurut saya amat merugikan PPP. Sebagai contoh disebutkan Sekjen PPP tentang Pilgub di Sumatera Utara yang jumlah pemilih dari pihak lain sebesar 32 persen, sehingga sangat rasilnal dalam dimensi kebangsaan PPP mencalonkan Djarot-Sihar.

Akan tetapi, dari perspektif teologis dan sosiologis kalaupun pasangan yang didukung menang dalam Pilgub Sumut,  tidak akan memberi manfaat bagi PPP. Alqur’an dengan tegas menyebutkan bahwa mereka tidak rela sampai kamu mengikuti mereka.

Apa yang Harus Dilakukan

PPP menghadapi masalah yang sangat berat.  menurut saya PPP harus melakukan 6 hal. Pertama, politik merangkul. Semua tokoh, kader yang pernah menjadi bagian dari Djan Faridz seperti di DKI H. Lulung dan gerbongnya dan di berbagai daerah seluruh Indonesia harus dirangkul supaya mereka tidak pindah ke partai lain karna akan semakin melemahkan PPP. Lakukan politik merangkul. Hindari politik bumi hangus.

Kedua, mendekati para pengusaha dan tokoh agama di daerah supaya mau menjadi bagian dari PPP. Jika mereka bersedia dicalonkan anggota parlemen di semua tingkat.

Ketiga, mulai bekerja mendekati masyarakat dengan jargon tidak ada hari tanpa penggalangan.

Keempat, jangan membuat keputusan politik yang tidak memihak kepada kepentingan umat Islam sebagai pemilih loyal PPP.

Kelima, bangun terus-menerus pencitraan PPP dengan menggunakan media sosial. Ini sangat penting untuk menaikkan citra PPP yang masih terpuruk

Keenam, seluruh jajaran PPP di seluruh Indonesia harus melipatgandakan kerja penggalangam karena tantangan PPP sangat berat dan menantang menghadapi pemilu 2019.

Semoga Allah menolong PPP sehingga tidak tinggal dalam sejarah pasca pemilu 2019. []

Facebook Comments Box