Perludem: MK Jamin Kemandirian Lembaga Penyelenggara Pemilu

 Perludem: MK Jamin Kemandirian Lembaga Penyelenggara Pemilu

Logo Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)

JAKARTA – PENELITI Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil angkat suara terkait keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) soal ketentuan Pasal 9 huruf a UU No. 10 Tahun 2016 sepanjang frasa “…yang bersifat mengikat” dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Menurut Fadli, frasa di dalam pasal tersebut adalah rangkaian dari ketentuan bahwa KPU wajib untuk berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam menyususn Peraturan KPU.

Menurut MK, lanjut Fadli, frasa mengikat dalam sebuah proses konsultasi berpotensi mengganggu kemandirian kelembagaan KPU dalam menyelenggarakan tugas dan kewenangannya, yakni menyusun peraturan teknis penyelenggaraan pemilu.

Perkara yang dimohonkan oleh KPU periode 2012-2017 itu, tercatat dengan nomor perkara 92/PUU-XIV/2016. Dengan putusan yang sudah dibacakan MK, berarti kemandirian kelembagaan KPU dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak lagi bisa diintervensi dan dicampuri oleh DPR dan Pemerintah, khususnya dalam pelaksanaan menyusun Peraturan KPU.

Fadli mengungkapkan, pengalaman penyusunan Peraturan KPU untuk persiapan Pilkada 2017 tentu menjadi salah satu pengalaman yang penting, bagaimana dengan frasa “..bersifat mengikat” dalam proses konsultasi, DPR memaksa KPU untuk mengakomodir norma yang memperbolehkan orang yang berstatus terpidana percobaan untuk bisa dinyatakan memenuhi syarat menjadi calon kepala daerah.

Padahal, ketentuan itu jelas bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 2015 sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilihan kepala daerah, ketentuan yang dibuat sendiri oleh DPR dan Pemerintah,” jelas Fadli seperti keterangan yang diterima lintasparlemen.com, Selasa (11/7/2017)

Menurutnya, dengan dibacakannya Putusan Nomor 92/PUU-XIV/2016, DPR dan Pemerintah diharapkan bisa jernih melihat dan melaksanakan putusan ini. Sehingga penyelenggaraan proses pemilu yang berlangsung di Indonesia berjalan demokratis dan berkualitas.

“Semangat dari putusan ini adalah bagaimana memastikan kemandirian kelembagaan KPU tidak terbelenggu dengan kepentingan politik sesaat. Putusan ini juga masih mewajibkan KPU untuk berkonsultasi dengan DPR dalam menyusun peraturan, sebagai bentuk koordinasi, dan cheks and balances antar organ yang memiliki peran dan kewenangan dalam penyelenggaraan pemilu,” papar Fadli.

Langkah awal, lanjutnya, untuk merespon putusan ini bisa dilihat dalam persiapan Pilkada 2018 mendatang. Dan KPU dan Bawaslu akan melaksanakan tugasnya agar tetap berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah dalam menyusun regulasi teknis untuk Pilkada 2018.

“Selain itu, putusan ini juga pastinya akan memberikan kepastian kepada DPR dan Pemerintah yang sedang membahas RUU Pemilu, bahwa proses konsultasi Peraturan KPU dan Bawaslu tidak lagi bisa dilaksanakan secara mengikat, karena bertentangan dengan UUD NRI 1945,” pungkas Fadli.

 

Facebook Comments Box