Perppu Ormas vs Pembubaran HTI

 Perppu Ormas vs Pembubaran HTI

Oleh: Arteria Dahlan, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Pada prinsipnya kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat merupakan bagian dari​ hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dijamin dl konstitusi kita.

Saya​ mendukung sepenuhnya demokrasi, demokratisasi dan kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul. Namun demikian sejatinya dalam menjalankan hak dan kebebasannya, seseorang wajib menghormati hak asasi orang lain dan kebebasan orang lain dlm rangka tertib hukum, serta dibatasi pula dg kepentingan nasional.

Kepentingan bangsa dimana negara wajib hadir untuk melindungi tujuan bernegara, termasuk di dalamnya pengertian melindungi kedaulatan negara dari​ ancaman ideologi, dari​ ancaman adu domba antar masyarakat guna menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta generasi penerus bangsa.

Terkait dengan​ kehadiran Perppu No 2 tahun 2017 tentang Ormas, saya menghormati dan sekaligus mengucapkan apresiasi kepada​ pemerintah, karena pemerintah berani dan tidak lemah untuk hadir di tengah masyarakat memperlihatkan sikap dan kebijakannya walau cenderung tidak populer.

Saya​ melihat tidak ada masalah dengan​ Perppu tersebut, dikarenakan Perppu itj “clear” dan memiliki “strong and reasonable legal ground“.

Perppu adalah hak Presiden, dan menjadi kewenangan presiden utk menilainya, sehingga​ perdebatan terkait “hal ihwal kegentingan yang memaksa menjadi tidak relevan lagi​”, terlebih keberatan terkait dengan hal itu sudah diatur secara​ konstitusional melalui forum yg ada d DPR.

Sehingga​ perdebatan terkait dengan (i) apakah ada keadaan atau kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum yang cepat berdasarkan UU, (ii) apakah UU Ormas belum ada? Atau uu ormas yang ada sekarang ini belum memadai? Serta (iii) adanya kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi dengan membentuk UU karena perlu waktu yang lama sudah tidak perlu dijadikan polemik.

Bagi merasa kepentingan kinstitusionalnya dirugikan ya silahkan saja​ menempuh jalur hukum, melalui forum judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK). Sampai dengan adanya putusan MK yang membatalkan atau adanya penolakan DPR untuk menetapkan Perppu ini menjadi​ UU. Seyogyanya semua pihak menghormati dan menjalankan perppu dengan​ selurus-lurusnya.

Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perppu bukan untuk membubarkan ormas Islam. Tidak satupun materi muatan sebagaimana​ tercantum dalam UU ormas lama yang dirubah, mulai dari definisi ormas, tujuan, tugas, fungsi, kewajiban dan larangan boleh dibilang nyaris tanpa ada perubahan sedikitpun.

Jadi apanya yang perlu dikhawatirkan? Perbedaan hanya pada​ proses penjatuhan sanksi. Perppu dengan mengadopsi azas Contrarius Actus membuat penerapan dan penjatuhan sanksi bagi ormas yang melanggar ketentuan kegiatan yang dilarang menjadi lebih efektif, baik dari​ sisi waktu maupun akibat hukumnya.

Dimana peringatan tertulis, penghentian bantuan atau penghentian kegiatan sementara, pencabutan Surat Keterangan Terdaftar maupun Status Badan Hukum masih tetap sama, hanya perbedaan yang mendasar dari sisi waktu yang dibuat lebih singkat dan kewenangan pencabutan cukup melalui Menteri Hukum dan HAM, tidak perlu melalui serangkaian proses pengadilan yang sampai berkekuatan hukum tetap.

Walau demikian, Perppu masih menyediakan ruang bagi ormas yang merasa dirugikan atau keputusan Menkumham utk mengajukan gugatan ke PTUN. Jadi​ tidak perlu khawatir, ini hanya merupakan bagian dari​ proses penyehatan kehidupan bernegara dan merupakan bagian dari​ strategi negara untuk melindungi negara dari ancaman nyata terhadap​ masa depan ideologi negara yaitu pancasila, konsensus berbangsa yakni UUD 1945 maupun NKRI. Saat ini kita memiliki 344.000 ormas yang wajib dilindungi dan dijamin kelangsungan hidupnya.

Terkait Pembubaran HTI
Saya mengormati, mengapresiasi dan mendukung sikap dan kebijakan yg diambil oleh Pemerintah yg konsisten di dalam menjaga, merawat dan menjamin keberlangsungan 4 pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka tunggal Ika.

Saya​ melihat pemerintah “clear” dan memiliki “strong and reasonable legal ground”, dikarenskan sebagai berikut:

Pertama, Pemerintah memiliki dasar hukum yang jelas, yang dalam melakukan perbuatan hukum tersebut dilakukan dengan​ berdasarkan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya sebagaimana​ diatur dalam Perppu No. 2 Tahun 2017.

Kedua, terdapat alasan yang jelas, di mana kegiatan HTI diduga telah tidak sesuai dengan komitmen kebangsaan, tujuan bernegara, tujuan nasional serta konsensus kebangsaan. Bahkan dalam kegiatannya HTI tidak sepakat dengan​ pancasila sebagai ideologi bangsa, prinsip demokrasi, paham nasionalisme kebangsaan dan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sehingga diperlukan sanksi administratif guna merawat eksistensi pancasila sebagai ideologi, UUD 1945 dan NKRI.

Ketiga, Keputusan pembubaran tersebut​ juga sudah melalui proses dan prosedur sebagaimana yang disyaratkan. Melalui suatu pertimbangan yang matang, dengan penuh kehati-hatian dan penuh kecermatan yang didasarkan pada fakta, bukti-bukti dan saksi yang memiliki kualifikasi di muka hukum. Serta keputusan ini juga didasarkan pada​ hasil koordinasi dari​ seluruh kementrian dan lembaga yang berada di​ bawah Mentri Koordinator Politik Hukum dan HAM RI. Termasuk juga setelah mendengar, memperhatikan saran dan masukan dari ormas-ormas Islam lainnya.

Jadi​ Perppu ini bukan kebijakan anti Islam, anti umat Islam maupun Ormas Islam. Perppu ini ditujukan bagi mereka​ yang tidak sejalan dengan pancasila dan UUD 44, dan itu pun sejalan dengan peraturan perundang-undangan lain yang sudah hadir sebelumnya termasuk di​ dalam pengaturan ormas yang lama. Walau demikian saya sepakat bahwa Perppu harus dikelola dengan​ baik dan memberlakukan mekanisme yang jelas dan transparan.

Arteria Dahlan

Facebook Comments Box