PKS Desak Erick Thohir Tuntaskan Penanganan Korupsi di BUMN
JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mendukung langkah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir yang akan memberantas korupsi di perusahaan BUMN. Amin pun mendesak Erick merealisasikan janjinya tersebut demi penegakan good corporate governance (tata kelola) BUMN secara profesional.
Belum lama ini, Menteri Erick menengarai adanya korupsi di PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN dan PT Krakatau Steel (Persero). Beliaupun melaporkan kasus dugaan korupsi tersebut ke KPK. Di PTPN III misalnya, selaku induk holding perkebunan perusahaan pelat merah disebut memiliki utang hingga Rp43 triliun, sedangkan di PT KS mencapai lebih dari 2 miliar dollar AS.
“Pak Erick jangan hanya gimmick saja, segera melakukan audit secara menyeluruh dengan melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika terbukti ada korupsi, libatkan lembaga penegak hukum untuk menuntaskannya,” tegas Amin.
Ia mengatakan, budaya korupsi di perusahaan BUMN sangat mengkhawatirkan. Negara dirugikan ratusan triliun karena pada akhirnya harus membail out (menalangi) kerugian melalui penyertaan modal negara. Masifnya korupsi di perusahaan BUMN terindikasi dari banyaknya kasus hukum yang menjerat direksi BUMN. Dari sekitar 160 kasus hukum, 30% diantaranya sudah menjadi tersangka.
Menurut Amin, korupsi di BUMN secara umum disebabkan dua hal. Pertama, buruknya tata kelola (GCG) di perusahaan pelat merah. Kedua, BUMN terlalu digelayuti berbagai kepentingan politik dan perburuan rente yang membebani BUMN dengan proyek-proyek rugi dan tidak mendesak.
Dalam kasus membengkaknya biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, misalnya, Amin menengarai adanya campur tangan para pemburu rente termasuk mafia lahan yang membuat biaya menjadi super jumbo. Proyek ini tidak layak sejak awal, feasibility study-nya asal-asalan dan bakal merugikan negara cukup besar.
“Oleh karena itu kami menolak proyek ini dibiayai APBN. Selesaikan saja lewat mekanisme business to business (B to B) sesuai rencana awal agar tidak membebani keuangan negara,” pungkasnya. (Am)