Politisi PDIP: Demo 4 November Hari Ini Pelajaran Besar untuk Indonesia
Oleh: Arteria Dahlan, Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan
Hadirkan optimisme dan jadikan pelajaran berharga demo hari ini, Jumat (04/11/2016). Kita tidak perlu menanggapi ini sebagai gerakan yang bermaksud menggulingkan penguasa, menjadikan kita kerdil dan tidak dewasa, serta menjauhkan kita dari solusi penyelesaian.
Silahkan berunjuk rasa, sehebat-hebatnya, sehormat-hormatnya dan sekuat-kuatnya. Saya minta negara hadir dan wajib memastikan serta menjamin aksi masa hari ini agar aman, tertib lancar dan damai. Karena demo itu adalah hak rakyat yang dijamin dalam konstitusi negara.
Kejadian hari ini akibat dari perbuatan abai pemerintah selama ini. Ini pelajaran bagi kita semua, bahwa nilai kebenaran dan keadilan itu milik rakyat, tidak bisa diselesaikan dengan berkoalisi atau menambah kekuatan koalisi, atau bahkan ketemu elit parpol dan mencoba untuk mengkondisikan media massa cetak dan elektronik dengan memberi keleluasaan pada cyber troops untuk melakukan kontra aksi tersebut.
Perbuatan itu saat ini dihalalkan atau dijadikan halal pdhal tidak edukatif, dan melahirkan kesan politik itu menghalalkan segala cara. Contoh sederhama adalah Banyak juga media dan stasiun TV besar yang mengedepankan Nasionalisme, Integritas. Tapi dalam aksi hari ini hanya ada Kompas TV dan satu stasiun TV yang menyiarkan live?
Mana jurnalis-jurnalis pejuang yang menjadi pelita rakyat di tengah simpang siurnya informasi? Ini juga harus jadi bagian yang kita cermati. Apa mau dibuat tanpa pemberitaan? Sehingga dapat dilakukan pengkondisian berita. Melalui cyber troops di medsos. Ini bukan tidak disengaja, jangan-jangan ini bagian dari skenario.
Berkali-kali saya ingatkan dan sampaikan dalam setiap kesempatan bahwa Hukum itu harus ditegakkan tanpa pandang bulu, tanpa tebang pilih. Sejatinya itu adalah kampanye gratis penguasa yang sedang memerintah.
Saya melihat sejatinya aksi masa hari ini bukan isu keagamaan, bukan isu sara, dan bukan semata soal penistaan agama dan bukan aksi intoleransi. Masalah ahok ini kan hanya muara, ini yang akhirnya dipilih sebagai media perjuangan rakyaknya. Ini juga yang namanya kesabaran revolusioner yang buahnya adalah perlawanan.
Perlawanan atas ketidakadilan, keberpihakan dan kemunafikan. Apakah biasa, layak dan lazim diterima, pemerintah di satu pihak menggadang-gadang perang terhadap korupsi, menetapkam nawacita ke 4 akan tetapi di pihak lain rakyat disajikan drama Turki.
Bagaiman kehendak pemerintah berjalan tanpa melihat koridor hukum seperti kebijakan kereta cepat, penempatan menteri ESDM dll. Bagaimana negara melihat transjakarta, sumber waras, reklamasi. Bgitu juga masalah OC Kaligis yang hanya selesai sampai pada Patrice Rio Capella? Serta banyak hal lainnya. Kan semua berhenti atas nama kekuasaan yang berselubung hukum dan serta institusi penegakan hukum.
Saat ini Kebetulan ada isu yang secara hukum mungkin tidak begitu kuat, tapi secara ideologis, aqidah dll layak untuk dihadirkan dan sangat kuat untuk dijadikan pemersatu aksi yang akhirnya kejadiannya seperti hari ini.
Sayo mencoba ambil hikmahnya. Ini pelajaran, bagi yang menyatakan Islam tidak kompak, Islam cukup disentuh tokoh ulamanya saja. Islam yang bisa dibayar. Islam yang selalu dicoba diidentikkan dengan FPI dan aksi kekerasan.
Kesombongan bagi yany menyatakan bahwa Aksi umat Islam saat pelantikan menteri ESDM dianggap gagal karena nyaris tanpa liputan media. Saya ingatkan pemerintah bahwa Islam sebagai agama wajib hukumnya dijaga dilindungi kehormatannya, dan umat muslim juga rakyat, rakyat mayoritas yang harus pula diperhatikan, dijaga, dilindungi, dijamin perasaan dan kepentingannya. Juga jaminan akan menjalankan keyakinannnya.
Sama penting, sama hebat dan sama terhormatnya utk memastikan perlindungan negara terhadap minoritas. Perhatian pemerintah yang berlebih terhadap minoritas seringpula dijadikan komoditas politik pemerintah atas nama toleransi, kebhinekaan, pancasila dan NKRI. Bahwkan kita terkadang luput unutk memperhatikan adanya kekuatan lain yang mencoba untyk menunggangi dengan kedok toleransi dan kerukunan beragama.
Kejadian ini tidak boleh terjadi lagi. Terlalu mahal harganya untuk mencoba membela seseorang atas nama ideologi dan pancasila sedangkan yang dibela masih kita ragukan ideologi, integritas, nasionalisme dan kepancasilaannya.
Terlalu mahal juga untuk mempertentangkan Islam dengan Indonesia, islam dengan pancasila. Keterlaluan juga melihat orang yang tidak seiman, berbicara dan berpendapat serta mencoba mengait-ngaitkatkan pendapat tentang agama yang sama sekali yang tidak ia imani dan yakini. Ini bukan toleransi namanya.
Tapi menjadikan berita baik dalam media cetak elektronik dan terutama pemberitaan medsos. Yang dibiarkan begitu saja dalam negara yang mengaku menjalankan pancasila selurus-lurusnya.
Pemerintarh seolah senang atau setidak-tidakya melakukan pembiaran melihat umat terpecah, bahkan ada yg konyol dengan menyatakan bahwa Indonesia sedang diuji. Jakarta sudah diuji. Indonesia sudah matang dan dewasa.
Saya katakan lagi, hal itu bukan ujian. Hal itu merusak komitmen berbangsa, sebagai kontrak sosial rakyat dan negara sbgmn diatur dlm konstitusi. Jadi tidak tepat kalau dikatakan Indonesia diuji kembali kebhinekaannya. Yan mana kita sudah anggap selesai sejak tahun 1928, yang dikuatkan secara konstitusional melalui konstitusi negara tahun 1945.
Hal ini lebih penting dan jauh lebih penting daripada melindungi seorang Ahok. Jadi jangan bicara toleransi untuk orang yang intoleran, dan jangan pertentangkan pancasila dengan Islam, pancasila itu lahir dari rahim Islam.
Dan itu sdh selesai tatkala Perdebatan antara Piagam Jakarta, Pancasila 1 Juni dan Pembukaan UUD 45. Jangan pernah salah artikan apalagi mencoba untuk menyesatkan, ingat pesan saya: Indonesia, Islam dan pancasila bukan saling menegasikan, akan tetapi menjadi suluh perjuangan untuk menjadikan rakyat sehtera dan merdeka semerdeka merdekanya.
Jangan sampai hari ini menjadi Nestapa Kebangsaan. Demonstran hari ini faktanya memang umat muslim, tapi mohon diingat mereka adalah kelompok mayoritas yang selama ini telah bersabar dan sangat meyakini pentingnya pancasila dan kerukunan antar umat beragama, di tengah serangan deras terhadap Islam dan nilai-nilai keislaman yang nyaris dibiarkan dan tidam terlindungi oleh negara.
Aksi demonstrasi ini jangan dikatakan bahwa Islam intoleran, justru sebaliknya juga ini mengingatkan keluarga kami yang berbeda agama dapat saling menghormati dan menjalankan kerukunan beragama dg lebih baik dan lebih beradab.
Aksi ini juga ingin mengingatkan penguasa yang abai, yang cenderung tidak adil yg terkesan mempermainkan hukum. Pernyataan saya mungkin saja tidak populer dan kurang enak didengar telinga, tapi harus saya sampaikan utk membuat kita semua semakin jernih di dalam “Melihat Indonesia” dengan segala kebhinekaannya.
Saya sadar bahwa saya tidak punya kekuasaan apapun untuk merubah negara tercinta yang sudah terlanjur besar ini, melalui tulisan ini saya harap dan mengajak kita semua untuk mengambil manfaat. Tulisan ini sekaligus bentuk kecintaan saya akan Indonesia, yangg indah karena kebhinekaannya.
Arteria Dahlan ST SH MH
Anggota DPR RI