Poros Rakyat Vs Poros Rezim
Oleh: Muslim Arbi, Pengamat Sosial Politik, ALumni HMI
Gagasan Poros Rakyat untuk memberikan dukungan kepada Dr Rizal Ramli, untuk maju sebagai Capres pada Pilpres 2019 adalah sebuah keniscayaan Demokrasi dan jawaban terhadap Ruang Demokrasi yang telah dikebiri oleh Rezim Joko Widodo yang telah gagal membangun nilai, kultur dan substansi dalam sebuah iklim berdemokrasi dalam mengelola Tata Pemerintah yang berjargon Demokrasi sebagai lip servis saja.
Pembungkaman Kandidat Capres dengan PT 20 % (Istana, DPR dan MK) sejati nya melukai dan mencedarai Demokrasi. Karena Pemilik Hak Pilih adalah Rakyat. Oleh karena nya Pemasungan PT 20 %, adalah cara Rezim yang tidak memberi Ruang Yang Luas Capres non Rezim dengan koalisi Parpol nya.
Semestinya Rezim tidak di hantui rasa takut berlebihan sehingga memagar Capres dengan PT 20% dengan Data Basi (Pemilu Legislatif 2014). Maka jawaban atas Poros Rezim itu Rakyat Perlu Poros tersendiri. Maka pilihan Gagasan Poros Rakyat adalah tepat.
Lebih tepat lagi Poros Rakyat sudah membidik dan menyodorkan Rizal Ramli, mantan Ketua Dewan Mahasiswa ITB, dan pernah di penjara di zaman Presiden Soeharto itu sudah terbukti dan teruji.
Darah juang, semangat berkorban demi Rakyat dan Wong Cilik pun terus terukir dalam pembelaan terhadap Nelayan, Kaum Pinggiran, yang tergusur oleh Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan terpental dari kabinet sebagai Menko Maratim dan Sumber daya adalah goresan Pena Emas sejarah yang sulit dilupakan.
Jika, di berbagai Kampus dan Kesempatan Bang RR panggilan akrab para aktifis, terhadap Rizal Ramli, menyambut nya dan mendengar kan orasi-orasi cerdas soal ekonomi dan solusi dan kritikan2 terhadap IMF WB juga terhadap Menkeu Sri Mulyani dan Kekuatan Kaum Pemilik Modal, terhadap ekonomi Rakyat, memberi harapan jika memimpin Indonesia ke depan bisa memberi penawar dalam keterpurukan dan kubangan Hutang Negara yang menjerat hari ini.
Cerita sukses Rizal Ramli mantan Menko Presiden Abdurahman Wahid (GD), bukan isapan jempol belaka. Publik sudah mahfum atas tangan dingin Rizal Ramli waktu itu di Kabinet GD yang sangat singkat itu. Maka, jika pikiran-pikiran yang mencuat di berbagai forum di Kampus dan Masyarakat itu, tidak perlu di ragukan lagi.
Memang, kritikan terhadap IMF, Bank Dunia dan Kaum Pemilik Modal itu semata di dasarkan pada Keadilan dan Pemerataan ekonomi dan sosial. Terlihat seperti sebuah pertarungan yang tanpa henti, dari ideologi Kerakyatan dan semangat juang tak kenal lelah atas Negeri ini.
Jika, hari ini Poros Rakyat di gulirkan adalah jawaban, atas kegagalan Rezim Joko Widodo yang tidak ditopang oleh Menteri yang handal di bidangnya, meski di anugerahi Menkeu Terbaik Dunia, tapi jika tata kelola keuangan Negara, yang di lilit hutang ini sebuah prestasi?
Oleh karena itu, jangan heran banyak aktifis, dan pengamat yang mencibir atas anugerah prestius dunia itu. Malah, penulis curiga, jangan-jangan, gelar menteri keuangan terbaik dunia yang di berikan kepada Menkeu Sri Mulyani, akan semakin memantapkan kepentingan IMF dan Bank Dunia di sini.
Apalagi rencananya akan bertemu di Bali, Oktober mendatang. Dengan biaya Rp 800 Miliar, di tengah keuangan Negara yang makin tertekan. Dan Negara pasti terjajah oleh rezim rentenir dunia itu.
Dari, melemahnya kurs rupiah, sudah mencapai hampir Rp 14.000 per dollar. Bahkan ada pengamat yang memprediksi pelemahan rupiah bisa mencapai Rp 15.000 per dollar, adalah bukti kegagalan rezim Jokowi yang mematok dollar Rp 10.000 pada janji kampanye 2014. Begitu juga pertumbuhan ekonomi 7%, ternyata, jauh panggang dari api.
Antara janji-janji manis dan fakta pahit, pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 5%. Memang banyak faktor yang berpengaruh pada nilai rupiah dan pertumbuhan ekonomi yang di janjikan. Tapi kata Orang Betawi, jangan gede bacot di saat bikin janji di hadapan Rakyat. Yang akhir nya gede bohong.
Memang, kehidupan Rakyat selama empat tahun ini sangat berat, meski pembangunan infrastruktur di genjot, tapi membangun dari hutang yang menumpuk. Sehingga Negara cari hutang untuk bayar bunga hutang. Segala dana dari Rakyat pun di embat, kata sindiran Babe RS (Ridwan Saidi, Budayawan Betawi), “celengan masigit, mesjid) pun di embat.
Dan terlebih lagi, persoalan politik, hukum dan pemerintah pun pemerintah tabu di kritik. Dan para pengkritik pun, satu persat di tangkap, di adili dengan UU ITE, padahal UU ITE, itu terkait transaksi elektronik. Ko bisa suara Kriti di bungkam dengan UU ITE?
Maka, dalam penerapan UU ITE, ini pemerintah seperti mengulang tangan besi Orde Baru dengan PNPS no 11 tahun 1963 yang dikenal sebagai UU Subversif yang sudah almarhum itu.
Dalam kondisi kehidupan, berbangsa dan bernegara yang sumpek dan tertekan ini, maka Rakyat butuh Pemimpin Nasional Baru yang segar yang sudah teruji dan menggairahkan. Itu tercermin dari slogan para Aktifis kritis, Pilpres 2019 adalah AJB, Asal Bukan Jokowi. Maka, pantas dan patut, Para aktifis dan Suara Rakyat menggema diberbagai pelosok Negeri, mendorong Dr Rizal Ramli, maju sebagai kandidat Capres Poros Rakyat 2019.
Surabya, 14 Maret 2018.