PPP Janji Akan Berjuang Sekuat Tenaga Pasal Terkait LGBT Dimasukan ke KUHP
Jakarta – Ketua Fraksi PPP Reni Marlinawati menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menolak gugatan terkait Lesbian, Gay Biseksual dan Transgender/Transeksual (LGBT) bukan berarti telah melegalkan perilaku tersebut.
Bagi PPP, kata Reni, pihaknya telah memberi penjelasan terkait arti penolakan gugatan di MK tersebut. Namun, MK telah menyerahkan perumusan norma penyakit masyarakat tersebut ke pembuat UU.
“Putusan tersebut bukan berarti MK melegalkan perbuatan LGBT, namun MK menyerahkan perumusan norma soal LGBT ke pembuat undang-undang (law maker), yakni DPR dan pemerintah,” jelas Reni Marlinawati pada wartawan, Jakarta Kamis (21/12/2017).
Sebagai informasi, hingga saat ini DPR RI masih merumuskan perubahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Di DPR sedang dibahas terkait poin krusial tersebut.
Untuk itu, Reni meminta para anggota fraksi PPP yang ikut membahas RKUHP untuk berjuang semaksimal mungkin memasukkan norma terkait LGBT ke dalam UU KUHP sebagai perluasan makna dari perzinahan.
Fraksi PPP, dikatakan Reni, juga akan melakukan komunikasi intensif dengan seluruh fraksi di DPR agar setuju dengan rumusan yang diusulkan Fraksi PPP. Salah satu usulannya adalah RUU Anti-LGBT.
“Terkait dengan LGBT ini, Fraksi PPP DPR RI juga telah mengusulkan RUU Anti-LGBT sebagai RUU inisiatif yang diusulkan oleh Fraksi PPP,” jelas Reni.
“Kami sudah melakukan komunikasi politik secara intensif, khususnya dengan pemerintah. Kami di PPP sebagai bagian dari partai koalisi di pemerintahan, mendorong pemerintah untuk memasukkan LGBT menjadi bagian dari tindak pidana sebagai konsekwensi dari perluasan makna atas tindak pidana zina,” papar Reni.
“Komitmen politik amar ma’ruh nahi munkar yang dilakukan PPP tidak pernah dan tidak akan surut dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Karena PPP senantiasa bersama rakyat dan ulama sebagai pilar utama partai ini. Upaya ini, semata-mata dimaksudkan untuk tidak mengabaikan aspirasi dari masyarakat serta mewujudkan cita hukum Indonesia yang sarat dengan nilai agama sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945,” jelas Reni.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK telah menolak mengadili gugatan terkait LGBT. MK menyatakan perumusan delik LGBT dalam hukum pidana Indonesia masuk wewenang legislatif dan Presiden.
Pertimbangan MK, majelis menganggap kewenangan menambah unsur pidana baru dalam suatu undang-undang bukanlah kewenangan MK, melainkan kewenangan presiden dan DPR. (HMS)