Presindential Threshold 20 Persen Batasi Pilihan Rakyat

 Presindential Threshold 20 Persen Batasi Pilihan Rakyat

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra Asal Dapil Jawa Tengah III Sri Wulan (tengah)

JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu telah disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada Jum’at dini hari (21/7/2017) lalu setelah melalui proses yang panjang baik pembahasan di tingkat Pansus maupun saat rapat paripurna.

Ada 5 paket opsi yang muncul di tingkat Pansus RUU Pemilu yang tidak mencapai kesepakatan dan diputuskan dibawa ke rapat paripurna DPR RI untuk diambil kesepakatan melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara (votting).

“Ada lima yang dibawa ke Paripurna, yaitu mengenai ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary treshold), sistem Pemilu, alokasi kursi DPR, dan metode konversi suara,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Gerindra, Jakarta, Rabu (26/7/2017).

Menurut Wulan, salah satu poin krusial yang menjadi perdebatan panjang dalam rapat paripurna DPR RI adalah presidential threshold dengan opsi 20-25 % dan 0 %.

Sejak awal, lanjutnya, Fraksi Gerindra DPR RI konsisten ingin presidential threshold ditiadakan atau 0%, mengacu pada keputusan Mahkamah Konstitusi bernomor 14/PUU-XI/2013 yang mengatur pemilu serentak pada 2019.

“Untuk itu, tidak perlu ada basis angka hasil pemilu legislatif menjadi dasar syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Apalagi perolehan suara setiap partai pemilu peserta politik belum diketahui dan kekuatan koalisi partai politik belum bisa dihitung,” papar politisi asal Dapil Jawa Tengah III ini meliputi Pati, Blora, Grobogan, Rembang.

Wulan menilai, Presidential threshold juga bertentangan dengan Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945, yang menjamin hak setiap partai politik peserta pemilu mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

“Penolakan presidential threshold ini bukan semata-mata tidak bertemunya kepentingan politik. Namun angka presidential threshold 20 persen pada UU Penyelenggaraan Pemilu menghalangi kemajuan proses berdemokrasi yang kita sudah bangun selama ini dan membatasi kesempatan warga untuk dicalonkan sebagai presiden maupun wakil presiden serta membatasi pilihan rakyat Indonesia dalam memilih pemimpin bangsa yang lebih baik,” paparnya. (HS)

 

Facebook Comments Box