PT Sritex Tutup! Ashabul Kahfi: Kita Sangat Prihatin Terjadi PHK Massal dengan 12.000 Karyawan

JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PAN Ashabul Kahfi menyampaikan keprihatinannya terkait terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) lebih 12.000 karyawan PT Sritex. Kahfi mengungkapkan, pihaknya Komisi IX DPR RI juga ikut prihatin dengan dampak sosial-ekonomi yang ditimbulkan dari penutupan PT Sritex tersebut.
“Ini bukan hanya soal kehilangan pekerjaan, tetapi juga soal dampak jangka panjang terhadap perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat yang bergantung pada industri tekstil,” kata Ashabul, Senin (3/3/2025).
Sebagai informasi, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih dikenal dengan nama tenar PT Sritex sudah gulung tikar karena tak bisa membayar utang atau pailit dan resmi tutup per Sabtu, 1 Maret 2025. Akhir perjalanan bisnis pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara itu dikonfirmasi melalui rapat kreditur kepailitan Sritex pada Jumat, 28 Februari 2025.
PT Sritex berdiri sejak 1966, Sritex terpaksa menyerah 58 tahun kemudian. Perusahaan ini tianggap tidak memenuhi kewajiban pembayaran utang sejumlah debitur yang sudah disepakati. Hingga akhirnya pengadilan menyatakan pailit pada Oktober 2024. Kasasi sempat diajukan namun ditolak dan menegaskan kebangkrutan Sritex
Untuk meninindak lanjuti itu, Kahfi mengusulkan kepada pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis guna meminimalisir dampak ekonomi dari kasus ini. Mengingat di bulan Ramadhan ini banyak dampak yang bisa ditimbulkan dari hal tersebut.
Pertama, lanjutnya, perlu ada percepatan program restrukturisasi industri tekstil nasional agar perusahaan lain tidak mengalami nasib serupa. Pemerintah harus memastikan insentif bagi industri padat karya tetap tersedia, baik dalam bentuk relaksasi pajak, subsidi energi, maupun bantuan modal kerja.
Kedua, perlindungan terhadap tenaga kerja harus lebih optimal. Kami mengapresiasi upaya pemerintah dalam menyiapkan lowongan pekerjaan bagi korban PHK, tetapi ini harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih sistematis.
“Pemerintah perlu memperkuat program pelatihan dan re-skilling tenaga kerja, terutama bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun agar tetap kompetitif di pasar kerja,” tegasnya.
Ketiga, lanjutnya, Komisi IX mendesak adanya transparansi dan percepatan dalam pencairan hak-hak pekerja, termasuk pesangon dan manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan. “Jangan sampai para pekerja dirugikan akibat proses kepailitan yang berlarut-larut,” ujarnya lagi.
Terakhir, pemerintah harus memperkuat sinergi dengan dunia usaha untuk menghindari PHK massal di sektor-sektor strategis lainnya. Situasi ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan industri dan ketenagakerjaan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Kami di Komisi IX akan terus mengawal isu ini dan memastikan kebijakan yang diambil berpihak kepada pekerja dan masyarakat luas. Jangan sampai ribuan keluarga kehilangan sumber penghidupan tanpa solusi yang jelas dari pemerintah,” ujar Kahfi.