Puisi (Alm) Prof DR Hamka: Terlena
TERLENA
Waktu berlalu begitu pantas menipu kita yang terlena
Belum sempat berdzikir di waktu pagi, hari sudah menjelang siang, belum sempat bersedekah pagi, matahari sudah meninggi.
Niat pukul 9.00 pagi hendak Sholat Dhuha, tiba-tiba adzan Dhuhur sudah terdengar..
Teringin setiap pagi membaca 1 juz Al-Quran, menambah hafalan satu hari satu ayat, itu pun tidak dilakukan.
Rancangan untuk tidak akan melewatkan malam kecuali dengan Tahajjud dan Witir, walau pun hanya 3 rakaat, semua tinggal angan-angan.
Beginikah berterusannya nasib hidup menghabiskan umur? Berseronok dengan usia?
Lalu tiba-tiba menjelmalah usia di angka 30, sebentar kemudian 40, tidak lama terasa menjadi 50 dan kemudian orang mula memanggil kita dengan panggilan “Tok Wan, Atok…Nek” menandakan kita sudah tua.
Lalu sambil menunggu Sakaratul Maut tiba, diperlihatkan catatan amal yang kita pernah buat….
Astaghfirullah, ternyata tidak seberapa sedekah dan infaq cuma sekedarnya, mengajarkan ilmu tidak pernah ada, silaturrohim tidak pernah buat.
Justeru, apakah roh ini tidak akan melolong, meraung, menjerit menahan kesakitan di saat berpisah daripada tubuh ketika Sakaratul Maut?
Tambahkan usiaku ya Allah, aku memerlukan waktu untuk beramal sebelum Kau akhiri ajalku.
Belum cukupkah kita menyia-nyiakan waktu selama 30, 40, 50 atau 60 tahun?
Perlu berapa tahun lagikah untuk mengulang pagi, siang, petang dan malam, perlu berapa minggu, bulan, dan tahun lagi agar kita BERSEDIA untuk mati?
Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala, maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena.
Pak Hamka.
(Pujangga Nusantara)