Rizal Ramli Sang Penyelamat TEMPO dan DETIK Kala Dibredel Orba

 Rizal Ramli Sang Penyelamat TEMPO dan DETIK Kala Dibredel Orba

Jakarta, Lintasparlemen.com – 22 tahun yang lalu saat Rizal Ramli membela TEMPO, DETIK, DAN EDITOR dibredel Orde Baru. Sosok Rizal Ramli dikenal sebagai seorang kritikus ekonomi politik. Saat ini ia adalah managing director dari ECONIT Advisory Group, suatu lembaga riset asal Indonesia. Dia merupakan mahasiswa ITB dan mendapatkan doktoralnya dari Universitas Boston. Dia juga dikenal luas sebagai aktivis gerakan mahasiswa 1978.

Struktur kuasi-oligopolistik dari suatu industri pers bermakna tidak adanya dorongan kompetitif untuk meningkatkan kualitas pers maupun tidak adanya keperluan bagi pers untuk melayani para pembacanya.

Pemberitaan-pemberitaan yang dominan akan terus mengabdi kepada status quo, karena status quo yang sama juga lah yang menjamin keberlanjutan dominasi dan memastikan terjadinya akumulasi modal bagi industri pers. Otoritas politik sangat gembira karena proses pengendalian pers telah menjadi sangat sederhana.
Sebagai orang yang bukan ahli dalam bidang ilmu politik dan ilmu hukum, menjadi cukup sulit bagi saya untuk menulis tentang pers dan demokrasi.

Namun saya selalu percaya penuh pada suatu sistem politik yang demokratis. Karena suatu sistem yang demokratis memungkinkan adanya masukan dan kontrol di hadapan wajah penguasa dan memungkinkan terjadinya check and balances antar lembaga pemerintah.

Dalam sistem yang demokratis, hal-hal dapat diartukulasikan dan diperdebatkan tanpa khawatir disensor atau mengalami kekerasan.

Salah satu tampilan penting dalam suatu sistem yang demokratis adalah pers yang bebas dan independen. Pers sering dirujuk sebagai “pilar keempat” dalam sistem yang demokratis. Yang tanpa pers yang bebas dan independen, menjadi sulit bagi negara manapun untuk menjamin demokrasi.

Pemerintahan yang otoriter takut terhadap pers yang bebas dan independen karena suatu pemerintahan yang otoriter hanya memiliki “otoritas” dan “terlihat kuat” dengan mengontrol informasi dan interpretasinya.

Informasi adalah “baik dan benar” apabila sesuai dengan keinginan dan interpretasi penguasa.

Dengan alasan ini, pemerintahan otoriter selalu mencoba mengontrol ideologi, politik, kepemilikan, hukum, dan administrasi dari pers. Seringnya sebuah pers yang bebas dan independen disalahkan karena menganggu stabilitas nasional, kemananan negara dan lain-lain. Seringkali argumen stabilitas nasional menjadi pembungkus.

Faktanya -yang sesungguhnya menjadi kekhawatiran- adalah stabilitas dari orang-orang di bawah otoritas. Suatu negara, lebih jauh lagi, akan berkembang dan menjadi lebih dinamis karena pers yang bebas dan independen, yang akan mendorong terjadinya analisa kompetitif dan meningkatkan kualitas dari informasi.

Struktur dari industri pers mempengaruhi kualitas dari informasi yang diperoleh dari dunia pers. Struktur dari suatu pers yang terkonsentrasi –di mana suatu bagian kecil dari sektor pemberitaan mengontrol suatu segmen besar dari pasar – akan berbeda dari sistem yang kompetitif.

Dengan industri yang terkonsentrasi, satu atau dua pemberitaan akan mendominasi pasar. Posisi mereka dapat dianggap sebagai kuasi-oligopolistik, dengan kondisi mayoritas pemberitaan hadir dalam suatu pasar yang kecil dan marjinal.

Pemberitaan-pemberitaan yang memiliki suatu posisi kuasi-oligopolistik akan mempertahankan monopoli atas informasi tercetak. Pemberitaan ini akan menjadi trendsetter dari opini publik dan mengatur isu-isu dalam hal-hal yang sangat berkembang. Beberapa isu akan diangkat dan diperdebatkan secara artifisial, sehingga melahirkan sejumpah opini yang diinginkan pihak tertentu.

Namun, sesegera suatu masyarakat menjadi tertarik pada isu-isu, dan meminta informasi dan analisis yang lebih dalam, pemberitaan yang bersifat kuasi-oligopolistik akan menggagalkan isu yang menjadi pertanyaan masyarakat. Kemudian, mereka akan mencoba mencari isu lain mengadopsi pendekatan yang terdaur ulang.

Struktur kuasi-oligopolistik dari suatu industri pers bermakna tidak adanya dorongan kompetitif untuk meningkatkan kualitas pers maupun tidak adanya keperluan bagi pers untuk melayani para pembacanya.

Pemberitaan-pemberitaan yang dominan akan terus mengabdi kepada status quo, karena status quo yang sama juga lah yang menjamin keberlanjutan dominasi dan memastikan terjadinya akumulasi modal bagi industri pers.

Pemerintah paling dipuaskan dengan struktur industri pers semacam ini karena proses pengendalian terhadap pers menjadi sangat sederhana.

Pengendalian ini cukup dengan suatu kritik kecil yang sopan, lalu pemberitaan-pemberitaan dominan segera “tiarap” and segera “menyesuaikan” publikasinya dengan selera penguasa.

Dengan kata lain, panjangnya dominasi akhirnya akan ditentukan oleh sikap mereka di hadapan penguasa. Di sisi lain, ketika industri pers bersifat kompetitif,akan menjadi sangat sulit bagi pemberitaan manapun untuk memonopoli berita.

Ini adalah tipe dari atmosfer kompetitif yang telah muncul dalam dua tahun terakhir dan berlanjut seperti dalam kasus pembredelan Tempo, Detik dan Editor.

Dalam dua tahun dari keterbukaan yang relatf ini, tidak ada satu pemberitaan yang mendominasi diskusi publik. Isu-isu tidak hanya diangkat oleh Kompas, tetapi juga oleh pemberitaan lain seperti Tempo, Republika, Media Indonesia, dan Forum Keadilan, dan sebagainya.

Suatu industri pers yang kompetitif membawa pemberitaan dekat kepada pembacanya dan sangat meningkatkan kemampuan dari pers Indonesia untuk mempublikasikan informasi yang analitis dan berkualitas tinggi.

Posisi dari pers tidak lagi ditentukan oleh “kedekatan” mereka terhadap pemerintah, tapi lebih kepada kemampuan mereka untuk memenuhi selera dan permintaan pembaca.

(Diterjemahkan kembali ke bahasa Indonesia dari kumpulan tulisan di buku BANNING 1994, diterbitkan pada Oktober 1994 oleh Aliansi Jurnalis Independen/AJI)

Facebook Comments Box