Rutinitas Hari Minggu di Komplek Perumahan di Indonesia
Bangun pagi. Ibu-ibu sibuk menyiapkan pakaian ketat untuk senam pembangkit syahwat. Bapak-bapak juga tidak ketinggalan. Lepaskan sarung, pakai celana training.
Musik diputar di lapangan. Nuansa dugem, bercampur dangdut dan love song, pengiring senam. Instruktur naik panggung. Berbusana “ayom bangkok gundul”. Membentur mata jalang kaum bapak yang pura-pura masa bodo.
Mulai ancang-ancang. Ibu-ibu sudah siap bergoyang. Hijab dan rambut tergerai, campur jadi kerumunan. Yang ada sekumpulan betina menggeol-geol kayak ulat bulu yang jauh dari gerakan sifat olah raga.
Hei…hei…ya…ya…ayoo! Instruktur genit menyeru.
Sedangkan bapak-bapak, menggittal gairah, tiba-tiba menjadi pejantan. Semakin ibu-ibu muda bergeol dan menonjolkan gerakan daya tarik sensualnya, semakin buas dan panaslah hati para pejantan yang lupa uban dan dengkul kerupuknya.
Setan girang menang. Saat kaum betina dan jantan yang sudah beranak-pinak itu larut dalam ekstase senam syahwat hari minggu itu, anak-anaknya di rumah merdeka. Hape dimainkan. Anak-anak itu pesta game ef ef.
Para bapak menikmati liukan pinggang istri orang, sedangkan istrinya meliuk pula dinikmati tetangganya. Akibatnya, tahulah pejantan saling bertetangga itu, siluet aurat bininya masing-masing yang harusnya ditutupi dan dilindungi, agar dihormati. Ancur dan rusaklah sopan santun di kompleks perumahan.
Perumahan siapa yang tiap hari minggu, peristiwa dan kelakuannya sama? Ayoo ceritakan. Mana fatwa ustadz yang suka usil cerita pembatal iman. Kalikan berapa ribu kerumunan setip minggu berlangsung senam massal pembatal iman? Berapa orang laki – perempuan baligh non muhrim dalam tiap-tiap kerumunan itu?