Salamuddin Daeng: Taipanisme Aliran Pemikiran Baru Era Pemerintahan Jokowi

 Salamuddin Daeng: Taipanisme Aliran Pemikiran Baru Era Pemerintahan Jokowi

Salamuddin Daeng

JAKARTA, Lintasparlemen – Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng mengatakan, bahwa di Eropa menguat pemikiran populisme, yakni suatu aliran pemikiran yang memandang bahwa warga negara harus dilindungi dari warga negara asing dari serbuan apapun yang berbau asing, seperti impor, imigran, infrastruktur yang dibangun asing, yang dipandang membahayakan keselamatan orang banyak, penyebab pengangguran, dan lain sebagainya.

Para pemimpin Eropa dan Amerika Serikat, kata Salamuddin, telah mengambil populisme sebagai strategi dalam mengatasi krisis, ketimpangan dan unbalance ekonomi.

Selain itu, ujar Salamuddin, mereka mengambil populisme sebagai cara untuk menjawab situasi ekonomi yang berat yang telah menimbulkan rasa frustasi publik yang luas. Para pemimpin Eropa dan AS tersebut, ungkapnya, tidak hanya hendak menjawab krisis, namun lebih banyak juga dalam rangka meraih dukungan publik baik dalam pemilu maupun dalam membuat kebijakan.

Sementara di Indonesia, kata Salamuddin, berkembang aliran pemikiran baru yakni Taipanisme. Sebuah aliran pemikiran ekonomi politik yang meyakini bahwa dengan cara menggelembungkan kekayaan pada segelintir taipan, maka akan tersedia sumber daya dan dana untuk didistribusikan kembali bagi kegiatan pembangunan.

“Aliran pemikiran Taipanisme memang belum pernah ada sebelumnya di dunia. Gagasan ini merupakan teori sosial baru asli indonesia. Teori ini benar benar digali dari perkembangan sejarah masyarakat Indonesia dan dijalankan langsung oleh oligarki penguasa negara sekarang ini,” kata Salamuddin kepada wartawan, Jakarta, Jum’at (31/3/2017).

Aliran pemikiran ini, ujar Salamuddin, memandang bahwa para Taipan bisa mengambil alih fungsi negara dalam hal menjaga stabilitas harga-harga seperti harga daging, cabe dengan menggunakan dana mereka para taipan sendiri. Menurut pemikiran taipanisme, sambungnya, tidak diperlukan mekanisme negara dalam membangun. Taipan bisa membangun fasilitas publik sendiri tanpa melalui mekanisme politik atau konstitusi seperti APBN atau APBD.

“Aliran pemikiran Taipanisme memandang bahwa negara adalah korup dan pemerintahan iti bersifat tidak jujur. Sehingga pembangunan ekonomi, stabilitas harga, pembangunan infrastruktur, reklamasi wilayah pantai, penyediaan perumahan bagi masyarakat, mesti diserahkan kepada Taipan karena lebih profesional,” terangnya.

Taipanisme, kata Salamuddin, merupakan jawaban dari para pemikir di sekitar oligarki penguasa terhadap prustasi publik yang luas akibat kenaikan harga harga, serbuan barang impor, bangkrutnya usaha rakyat, lapangan pekerjaan yang langka, kemiskinan, ketimpangan ekonomi dan korupsi bagaikan jamur di musim hujan.

“Semoga teori ini menjadi warisan Pemerintahan ini tidak hanya bagi Indonesia, tapi mengharumkan nama Pemerintan Indonesia dalam pergaulan dunia,” pungkasnya. (JAY)

Facebook Comments Box