Sekularisme, Korupsi Sistemik dan Revolusi Kedua

 Sekularisme, Korupsi Sistemik dan Revolusi Kedua

Dunia Islam memiliki pola dan alur sejarah yang mirip. Fase pertama historis bila dihitung setelah penjajahan, yaitu revolusi nasional, suatu revolusi pengusiran penjajah asing dari negeri mereka yang bercokol lama dan tetapi sistem dan acuan hukumnya tetap mengadopsi sistem yang ditanamkan oleh mantan penjajahnya.

Inilah revolusi pertama, yang mengganti aktor saja, tetapi sistem dan cara-cara politik, ekonomi, hukum dan budayanya tetap mempertahankan hal yang ditanamkan oleh penjajah. Karena itu, penduduknya segera menyadari bahwa sebenarnya ini hanya pergantian aktor penjajah saja. Kekuasaan ekonomi dan politik berada di tangan segelintir yang berkuasa, sedangkan penduduk berada dalam kerangkeng pemerasan, perbudakan dan eksploitasi.

Orang Indonesia dengan tepat mengistilahkan hal ini dengan Londo Ireng. Penduduk tidak bisa leluasa memakmurkan dirinya, sementara si Londo Ireng tinggal perintah sana perintah sini, langsung kaya dan membludak asetnya. Punya jutaan hektare lahan yang dapat diatur untuk dibuka dan ditutup sedemikian rupa tanpa halangan hukum. Duit tinggal atur ke Bank mana saja sebagai pembiaya. SDM tinggal rekrut saja dari ratusan ribu yang menganggur setelah keluar dari perguruan tinggi.

Dan mereka, para elit ini, seperti halnya Belanda di masa penjajahan, menciptakan dan mengawetkan terjadinya golongan-golongan ekonomi dan politik sekedar untuk kontrol dan penyangga supaya tidak langsung berhadapan dengan kemarahan rakyat yang mereka eksploitasi.

Seiring waktu, yang namanya masyarakat manusia, selalu dinamis dan berkembang. Sistem penjajahan di dunia Islam ini yang hanya mengganti aktor, tapi surplus tetap dinikmati oleh penjajah lama bersama-sama si Londo Ireng, akan tak dapat dielakkan pada akhirnya jebol juga.

Penduduk akan merasa bahwa tidak sepantasnya tunduk dan rela mempertahankan sistem eksploitatif, dimana segelintir pihak memiliki dan menguasai kekayaan negara demikian besarnya, tetapi penduduk yang lain, seperti kuli dan babu yang untuk hidup wajar saja, harus berkelahi satu sama lain. Mereka, penduduk ini pun mencari akar masalahnya dan ketemu bahwa mereka rupanya sengaja dipisahkan dan dijauhkan dengan agamanya sendiri yang sebenarnya, tetapi malah dicekoki dengan agama modifikasi dan paham baru yang diolah oleh ulama-ulama suruhan dan lembaga-lembaga pendidikan agama, pelayan penjajah.

Penduduk yang sadar ini, menggali semangat dan ajaran murni Islam untuk kekuatan batin mereka. Dan dengan zaman yang makin mudah untuk pintar sendiri, meninggalkan cekokan agamawan-agamawan palsu. Sekarang orang mulai berani membongkar dan menelanjangi kedok-kedok orang berjubah ulama itu.

Dengan berkembangnya pemahaman dan keberanian yang disulut ajaran Islam, maka terjadilah Revolusi Kedua. Peristiwa ini untuk pertama kalinya terjadi pada Iran pada 1979. Iran pada akhirnya menemukan jalan pulang yang sebenarnya untuk menggapai cita-cita bangsanya sesuai keyakinan penduduknya. Negeri ini pun mendapatkan kekuatan massalnya. Dan kini Iran semakin kuat saja.

Di negeri-negeri Sunni, dinamikanya sedikit berbeda. Tapi satu dua sudah mendapatkan Revolusi Keduanya. Pertama, Afghanistan yang kini dipimpin oleh Taliban. Kedua, oleh Suriah hari ini, yang tentu akan menghadapi secara dinamis perkembangan-perkembangan historis yang rawan. Maklum, setiap fase akan menghadapi konsolidasi dan kerawanan.

Sedangkan negara-negara di dunia Islam selain itu, hanya akan menghadapi dua pilihan: terus mempertahankan keruwetan sistem yang diwariskan oleh penjajahnya di masa lalu, atau tak terelakkannya perkembangan historis seperti yang dialami oleh Iran, Afghanistan dan Suriah yang kita sebut Revolusi Kedua.

Londo Ireng, Sekutu-sekutu Politik dan Ekonominya, dan ulama-ulama suk-nya akan berpikir keras bagaimana menghentikan kecenderungan sejarah yang tak terelakkan tersebut yang segera mengakhiri kenikmatan status quo kekuasaan yang mereka rasakan selama puluhan tahun.

 

~Bhre Wira

Facebook Comments Box