SIPOL KPU : Sebuah Ikhtiar untuk Tingkatkan Kualitas Pendataan Keanggotaan Parpol

 SIPOL KPU : Sebuah Ikhtiar untuk Tingkatkan Kualitas Pendataan Keanggotaan Parpol

Oleh : Wage Wardana, Anggota  KPU Kota Jakarta Timur

Culture Shock

Culture Shock adalah frasa yang tepat untuk menggambarkan penerimaan terhadap munculnya budaya atau instrument baru dalam sebuah proses, termasuk proses pemilu serentak pertama di Indonesia yang akan digelar pada tahun 2019.

KPU Republik Indonesia (selanjutnya ditulis KPU) dalam menghadapi Pemilu serentak 2019 memunculkan terobosan untuk merekam data keanggotaan Partai Politik melalui Sistem Informasi Partai Politik (selanjutnya ditulis SIPOL). SIPOL diperkenalkan kepada publik pada 17 Maret 2017 di Kantor KPU.

Sipol adalah produk yang diharapkan KPU untuk mendata, mengelola, dan menyajikan data keanggotaan Parpol ke masyarakat. Hal tersebut membuat transparansi data dan keterbukaan informasi terkait data keanggotaan parpol terjaga ke publik.

Sipol secara jelas dinyatakan dalam PKPU nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, verifikasi, dan penetapan partai politik peserta pemilihan umum anggota dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah pasal 13. Pasal 13 ayat 1 secara gamblang menjelaskan bahwa sebelum mendaftar menjadi calon peserta pemilu, partai politik wajib memasukkan data partai politik kedalam SIpol.

Merujuk pada pemilu sebelumnya, maka penyerahan data parpol biasanya tidak diinput dalam system aplikasi online  berbasis IT. Oleh sebab itu, maka kegandaan data baik yang bersifat internal (dalam satu partai), maupun antar partai akan sulit dideteksi .

Salah satu hal yang membuat Culture Shock adalah partai diharapkan menyusun data yang valid dan terkini, valid dalam artian datanya resmi secara De Facto dan De Jure. Secara De Facto list yang diinput di Sipol adalah kader partai tersebut dan secara De Jure dilampirkan pula Kartu Tanda Anggotanya, sehingga data tersebut valid.

Hal lain adalah data yang dikirim adalah terkini atau mutakhir, hal ini untuk menghindari kegandaan, baik kegandaan internal partai atau dengan partai lain. Untuk itulah sipol hadir, demi validitas dan kemutakhiran data, sehingga parpol kaget terkait hal tersebut. Tugas parpol ketika mendaftar menjadi peserta pemilu tidak hanya membawa data keanggotaan, tetapi juga memastikan bahwa datanya mutakhir dan valid. Kalau ada yang tidak valid maka harus diperbaiki.

Fenomena SIPOL

Sipol memang menjadi buah bibir pada akhir-akhir ini, terutama ketika memasuki masa pendaftaran partai politik menjadi peserta pemilu. Beragam respon dalam menyikapi sipol merupakan sebuah kewajaran, karena ini menyangkut mekanisme baru dalam tahapan pendaftaran partai politik untuk mengikuti Pemilu tahun 2019.

Tentunya pro dan kontra dalam menerima Sipol adalah hal yang lumrah, ada partai yang menolak, dan adapula yang menerima. Beragam komentar dan saranpun tidak terlepas dari Sipol.

PKPU nomor 11 Tahun 2017 memayungi kehadiran Sipol, dalam PKPU disampaikan bahwa data keanggotaan parpol sebelum diterima / ditolaknya menjadi parpol peserta pemilu 2019 terlebih dahulu harus menginput data keanggotaan melalui Sipol.

Tentu banyaknya anggota yang diinput juga diatur dalam PKPU tersebut, bahkan petunjuk teknis terkait tata cara entry data kedalam Sipol juga sudah disosialisasikan kepada partai politik yang ikut mendaftar.

Salah satu poin positif yang dilontarkan oleh partai politik adalah Sipol membantu Parpol sebagai wahana mengukur keanggotaan partai yang valid dan akurat. Sipol menjadi antisipasi dini apabila ada perpindahan anggota, sehingga Parpol terbantu dalam menjaga anggotanya untuk tidak menyeberang ke parpol lainnya.

Usulan penyempurnaan paling terbagi menjadi dua, yaitu regulasi  yaitu terkait harus dikuatkannya kedudukan Sipol melalui UU Pemilu, sehingga kedudukannya menjadi kuat dan tidak rentan untuk digugat, usul ini kemudian terbukti dikemudian hari bahwa Sipol digugat di Bawaslu oleh parpol yang tidak memenuhi syarat waktu pendaftaran.

Kekhawatiran terkait payung hukum dan penguatan dari status hukum menjadi sebuah keharusan supaya Sipol tidak rentan untuk digugat oleh pihak-pihak terkait.

Usulan lain adalah, perlu adanya aturan teknis dan payung hukum terkait perpindahan anggota dan masa berlaku anggota yang terdaftar di Sipol. Salah satu hal yang harus di Underline adalah mekanisme perpindahan anggota partai.

Dalam sebuah sesi Sharing partai politik member masukan bahwa perpindahan anggota antar partai harus melibatkan KPU dan Sipol. Ketika seseorang membuat pernyataan pindah parpol, maka harus ada tembusan kepada KPU dan otomatis ada perbaikan dalam keanggotaan didalam Sipol.

Sehingga proses tersebut transparan dan langsung ada tindakan nyata dalam Sipol. Oleh sebab itu, harus ada petunjuk teknis mengenai Maintenance data dalam Sipol, termasuk masa berlaku Sipol.

Pada masa pemberlakuan masa input data ke Sipol, terjadilah berbagai komentar dari pihak-pihak terkait mengenai Sipol. Berbagai permasalahan teknis yang muncul terkait sipol diantaranya adalah kurangnya waktu sosialisasi dan pelatihan buat operator, simulasi yang sangat singkat, kurang pahamnya para operator terkait fitur-fitur yang disajikan dalam aplikasi, maintenance aplikasi juga sering dikeluhkan para operator parpol karena dianggap menghambat proses input dan unggah data, belum lagi kendala lain yaitu adanya Server yang Down. Kendala-kendala tersebut tentu berdampak secara teknis pada proses tersebut.

Kendala lain adalah koordinasi dan pelimpahan wewenang input data yang beragam di parpol-parpol yang mendaftar. Ada parpol yang melakukan input di pengurus cabang, adapula yang menginput di pengurus wilayah, dan adapula yang menginput di pengurus pusat. Hal tersebut menjadi kendala juga karena proses penyediaan dan penyerahan data dilakukan oleh pengurus cabang.

Hal tersebut bisa menjadi sebuah kendala besar, contohnya partai A proses input data dilakukan oleh pengurus wilayah, sehingga ketika menyerahkan data untuk mendaftar ke KPU akan mengalami masalah apabila data F2 yang disampaikan ke KPU berbeda dengan lampiran KTP dan KTA nya, sehingga ketika partai A mau merevisi maka akan koordinasi ke pengurus wilayah terlebih dahulu sebelum melakukan perbaikan data ke KPU.

Kendala lain buat partai adalah kalau kadernya belum memiliki E-KTP namun sudah punya KTA, pada masa penelitian administrasi tentu akan di BMS / TMS kan oleh KPU, karena KPU hanya menerima berkas E-KTP.

Andaikata kader mereka masih memiliki KTP belum E-KTP dan belum pula mengurus Suket, maka hal menjadi sebuah masalah. Oleh sebab itu, parpol harus menggenjot sosialisasi kepada kadernya untuk mengurus E-KTP. Hal ini tentu berkah terselubung buat semua pihak agar sosialisasi E-KTP makin optimal.

Akhirnya, akumulasi masalah dan kompleksitas permasalahan mengenai Sipol berujung dengan gugatan ke Bawaslu.  Parpol yang mengadukan Sipol ke Bawaslu adalah PKPI, Partai Idaman, PBB, Partai Bhineka Indonesia, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia,Partai Republik, Parsindo, Partai Rakyat dan Partai Indonesia Kerja dan tertuang dalam Laporan Aduan nomor 005/ADM/BWSL/2017.

Pengaduan Partai-partai tersebut akhirnya dikabulkan oleh Bawaslu RI pada tanggal 15 November 2017. Bawaslu menyatakan KPU telah melanggar administrasi tentang tata cara dan prosedur pendaftaran partai politik sebagai peserta Pemilu 2019 terhadap sembilan parpol yang dikabulkan laporannya. Akhirnya KPU atas perintah Bawaslu memperpanjang pendaftaran Parpol peserta pemilu kepada 9 parpol tersebut.

Lebih lanjut kekhawatiran terkait landasan hukum terbukti dalam pandangan Bawaslu, Bawaslu melihat bahwa penggunaan sistem informasi partai politik (Sipol) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak memiliki dasar hukum. Menurutnya, Sipol bukan instrumen pendaftaran yang diperintahkan Undang-Undang Pemilu.

Bahkan bawaslu sebelum adanya aduan parpol bersurat ke KPU yang tertuang dalam surat nomor  0890/BAWASLU/PM.00.00/IX/2017 tanggal 29 September 2017, Isinya adalah tak menjadikan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai syarat wajib dalam proses pendaftaran, penelitian administrasi, dan verifikasi partai politik peserta pemilu 2019. Sehingga tidaklah mengherankan kalau Bawaslu mengabulkan pengaduan 9 parpol tersebut.

Tapi, lagi-lagi itulah drama dari sebuah proses memulai, pro dan kontra menjadi sebuah kewajaran, inilah yang penulis tulis sebagai Cultural Shock. Tentu membutuhkan perbaikan dan penguatan secara hukum untuk mematenkan dan menyempurnakan Sipol sebagai sebagai syarat wajib dalam proses pendaftaran, penelitian administrasi, dan verifikasi partai politik peserta pemilu 2019. Hal tersebut menjadi sebuah tantangan buat KPU untuk mewujudkan transparansi dan data yang berkualitas.

Pandangan Terhadap SIPOL

Tentunya Sipol bagaikan dua sisi uang yang berbeda, ada pro dan kontra terkait kemunculannya. Pihak yang pro tentu saja menyambut baik karena Sipol dapat meningkatkan transparansi, meningkatkan kualitas data dan memperlihatkan adanya keseriusan untuk mengejawantahkan tagline KPU Melayani.

Namun, pihak yang kontra juga sebenarnya akan mereda jikalau beberapa kekurangan yang ada diperbaiki secara serius. Apabila kekurangan tersebut ditambal, maka tingkat penerimaan dan kesukaan terhadap Sipol KPU akan bertambah banyak. Kekurangan baik dari aspek hukum, sosialisasi dan pendampingan, penambahan server dan manajemen Maintenance Sipol.

Manfaat lain dari Sipol adalah Partai Politik dapat melakukan persiapan input data pemenuhan syarat pendaftaran Partai Politik sebagai Calon Peserta Pemilu, Partai Politik dapat mengoperasikan sistem ini kapan saja dan dimana saja selama tersedia sarana internet.

Partai Politik dapat mengelola data secara internal bersama-sama dengan kepengurusan tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Partai Politik dapat melakukan pengecekan dan perbaikan data yang sudah dimasukkan ke server sebelum dilakukan pendaftaran, dan tentu saja transparansi dan akuntabilitas tahapan verifikasi Partai Politik.

Manfaat-manfaat tersebut apabila dilakukan secara optimal akan tercipta data keanggotaan yang valid dan akan bermuara pada meningkatnya kualitas demokrasi di Indonesia. Hal ini tentu kabar baik buat system demokrasi Indonesia. Apabila proses demokrasinya bagus, maka kualitas kepemimpinan yang dihasilkan oleh proses demokrasi juga akan meningkat. Jadi, Sipol adalah sebuah karya futuristic dari KPU untuk menambah baik kualitas berdemokrasi dalam bingkai berbangsa dan bernegara.

Konklusi

Kemunculan Sipol pada persiapan Pemilu serentak 2019 pada awalnya seperti Cultural Shock, karena ada hal baru atau kebaruan dalam system berdemokrasi Indonesia. Namun, pada akhirnya semua pihak akan menerima keberadaan Sipol tersebut, tentunya dengan berbagai catatan, seperti penguatan dari aspek hukum agar proses pengaduan seperti yang dilakukan oleh 9 parpol tidak terulang lagi.

Catatan lain tentunya penguatan teknis seperti upgrade server, manajemen Maintenance, dan optimalisasi Help Desk Sipol untuk memperlancar proses penerimaan Sipol, terakhir tentu saja penguatan hubungan antar lembaga dengan Stakeholder Pemilu serentak. []

 

Facebook Comments Box