Soal Revisi UU Kewarganegaraan, FS: Kita Harus Berpikir dari Apple to Apple

 Soal Revisi UU Kewarganegaraan, FS: Kita Harus Berpikir dari Apple to Apple

Wakil Ketua Baleg DPR RI dan Sekretaris Dewan Pakar Golkar Firman Soebagyo saat berfoto dengan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Budi Waseso (Buwas) saat Pidato Presiden RI Joko Widodo HUT RI ke-71 di Gedung DPR RI, Selasa, (16/08/2016) lalu (Foto: Pribadi)

JAKARTA, Lintasparlemen.com – Kasus Arcandra Tahar dan Gloria Natapraja Hamel yang memiliki kewarganegaraan ganda dijadikan momentum untuk menata kembali Tata Negara kita dengan merevisi Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.

Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komaruddin mengatakan ada peluang revisi UU Kewarganegaraan itu menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2016 ini jika disepakati bersama di DPR RI.

Saat ditanya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo, apa ada peluang revisi UU Nomor 12 itu pada Prolegnas Prioritas tahun 2016 ini?

Menurut Firman, menanggapi munculnya wacana dari berbagai pihak untuk merevisi Undang-undang No.12/2016 tentang Kewarganegaraan itu mesti disikapi secara propersonal. Tidak dengan emosional, apalagi terburu-buru, melainkan harus menanggapi usulan itu dengan elegan dan rasional.

“Menurut saya, wacana itu tak bisa kita tanggapi secara emosional dan terburu-buru. Meski UU ini menjadi penting dan perlu dilakukan direvisi,” kata Firman yang juga Sekretaris Dewan Pakar DPP Golkar ini, Jakarta, Kamis, (18/08/2016) kemarin.

Alumni UGM dan Unpad ini menjelaskan, kasus dwi kewarganegaraan yang melibatkan Archandra Tahar dan paskibraka Gloria Natapraja Hamel adalah cerminan lemahnya sistem administrasi di Indonesia. Bahkan, lanjut Ketum Ikatan Keluarga Kabupaten Pati (IKKP) ini, bisa saja tidak hanya dua orang yang memiliki kewarganegaraan ganda. Namun, mungkin masih banyak warga negara Indonesia yang mempunyai dwi kewarganegaraan yang sama.

“Selain itu, untuk membandingkan sesuatu permasalahan negara kita harus berpikir seimbang lah. Seperti konsep pemikiran apple to apple. Sebagai contoh, ada WNI yang dibutuhkan negara kontribusinya, karena mempunyai kapasitas untuk negeri ini, tapi belum diakui kewarganegaraannya. Dan dii sisi lain, ada WNA yang dinaturalisasi karena kemampuannya bermain sepakbola. Ini kan masalah kecemburuan sosial aja, logika saya begitu, kita harus berpikir lebih besar untuk bangsa ini, tidak parsial,” paparnya.

Politisi senior asal Pati, Jawa Tengah ini menegaskan, ada putra/putri bangsa terbaik yang ditarik kembali ke tanah air karena memiliki kemampuan besar untuk negeri ini, tapi dipersoalkan. Pada kesempatan lain, bangsa yang besar ini dengan 230 juta penduduk, masih melakukan menaturalisasi pemain sepak bola asing menjadi WNI.

“Dari dua persoalan ini saja, menimbulkan tanda tanya besar. Ini menjadi pertanyaan, dimana rasa keadilannya dari dua unsur itu,” tegasnya.

Seperti diwartakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, Freddy Harris telah melakukan komunikasi langsung dengan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar terkait kepemilikan paspor AS. Dari komunikasi tu terungkap, Arcandra tidak tahu aturan dalam UU Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Kewarganegaraan.  (HMS)

Facebook Comments Box