Tantangan Anies-Sandi Wujudkan Keadilan Sosial di DKI

Oleh: Musni Umar, Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta
DKI Jakarta adalah potret ketidakadilan sosial paling nyata dan paling dekat karena setiap saat kalau keluar rumah kita bisa saksikan.
Sejatinya ketidakadilan sosial di DKI sudah berlangsung sangat lama. Karena sudah berlangsung lama, maka masyarakat akhirnya menganggap ketidakadilan sosial merupakan realitas sosial yang tidak perlu dipersoalkan dan diributkan.
Dampaknya masyarakat tidak peduli terhadap ketidak adilan sosial, walaupun bertentangan dengan teologis, ideologis dan sosiologis.
Karena masyarakat diam dan tidak peduli tegaknya keadilan sosial, maka mereka yang berkuasa:
Pertama, membuat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah, atau peraturan gubernur yang memihak kepada kepentingan elit dan pemodal dan tidak memihak terwujudnya keadilan sosial.
Kedua, dengan alasan untuk kepentingan umum dan penataan kota, pemerintah daerah melakukan penggusuran tempat tinggal rakyat jelata yang padat dan kumuh tanpa musyawarah dan ganti rugi.
Ketiga, demi alasan investasi, mereka yang berkuasa membuat peraturan yang memihak kepada pemodal dan merugikan kepentingan rakyat jelata, bangsa dan negara.
Suatu hal yang memprihatinkan, masyarakat kelas menengah dan kelas atas, didukung pemberitaan media dan media sosial, mendukung kebijakan apapun yang dilakukan oleh mereka yang berkuasa.
Akibatnya, pemerintah DKI di masa lalu, sesukanya melakukan penggusuran, walaupun sangat menyayat rasa keadilan, tetapi tidak peduli karena merasa didukung kelas menengah dan elit
Selain itu, penguasa dan pemodal suka didukung oleh mereka yang menyebut diri aktivis. Demi uang dan kekuasaan rela menjadi alat untuk menyerang siapapun penguasa, perorangan atau kelompok yang mencoba membela si kecil dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Cara paling jitu yang dilakukan ialah melaporkan ke polisi dengan tuduhan telah melanggar UU atau Peraturan. Itulah yang dialami Anies dan Sandi.
Anies dan Sandi Dimusuhi
Dalam diskusi terbatas di Fordis ICS Kahmi, seorang senior mengemukakan bahwa Anies dan Sandi menghadapi banyak musuh.
Pertama, para elit yang sedang berkuasa. Mereka melakukan segala cara untuk membuat Anies dan Sandi gagal dalam memimpin DKI. Pasalnya, mereka tidak ingin Anies dipandang publik sukses memimpin DKI karena khawatir menjadi calon Presiden 2019. Pada hal Anies sudah sering mengemukakan bahwa ia akan menunaikan amanah yang dipercayakan oleh warga DKI sampai selesai.
Kedua, para konglomerat yang sudah kaya raya. Mereka tidak ingin Anies-Sandi sukses memimpin DKI karena khawatir mengancam kepentingan mereka. Pada hal pemihakan Anies-Sandi kepada perwujudan keadilan sosial, sejatinya akan menolong dan melindungi mereka. Memihak dan membesarkan yang kecil tidak harus melemahkan yang sudah besar dan maju.
Ketiga, para politisi dari berbagai partai politik yang tidak mendukung Anies-Sandi dalam pemilihan Gubernur 2017. Sejatinya tidak perlu dikhawatirkan karena Anies tidak punya partai. Dia memerlukan teman dan kawan dari semua partai politik dan golongan untuk membangun keadilan sosial di DKI.
Keempat, mereka yang sudah menikmati hasil pembangunan yang disebut ekonom Rizal Ramli sebesar 20%. Mereka khawatir kenikmatan mereka terganggu dengan kebijakan Anies dan Sandi yang populis- memihak dan memberdayakan mereka yang kecil dan tertinggal seperti penataan pasar Tanah Abang.
Kelima, para mantan pendukung dan loyalis Ahok-Djarot dalam Pilgub DKI yang sampai sekarang belum move on. Pada hal Anies telah berusaha merangkul semua dengan hadir di berbagai acara, misalnya di acara HUT Kanisius tetapi diperlakukan tidak pantas.
Ada yang pidato mengecam dan ada pula sejumlah hadirin keluar ruangan pada saat Anies memberikan kata sambutan. Begitu juga sewaktu acara Natal bersama di PRJ Kemayoran Jakarta, sejumlah jamaah seperti diberitakan media, keluar ruangan ketika Anies tampil menyampaikan sambutan.
Bukan hanya itu, Anies menyebut “pribumi” dalam pidatonya di Balaikota DKI pasca dilantik menjadi Gubernur DKI juga dilapor ke polisi. Terakhir kebijakan menata Tanah Abang, juga dilapor ke polisi dengan tuduhan melanggar UU karena menutup jalan.
Belum lagi kebijakan Anies-Sandi memberi izin menggunakan Monas tempat kegiatan budaya, agama, kesenian dan lain-lain, selain kegiatan politik dipersoalkan dan bahkan mau diinterpelasi.
Sejatinya Gubernur Anies dan Wagub Sandi harus di dukung oleh semua karena keduanya sedang berjuang mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang diamanatkan oleh sila kedua dan sila kelima dari Pancasila serta Alqur’an surat Alma’uun ayat 1-3 yang artinya “Tahukah kamu orang-orang yang mendustakan agama? Yaitu mereka yang tidak peduli terhadap anak-anak yatim dan tidak terpanggil untuk memberi makan orang-orang miskin.
Bentuk kepedulian dan pemihakan Anies dan Sandi kepada kaum marjinal yang direpresentansikan dengan sebutan anak-anak yatim dan orang-orang miskin seperti dikemukakan dalam Alqur’an adalah mengeluarkan kebijakan untuk memajukan mereka, tidak hanya memberi tempat berusaha, tetapi juga pelatihan, permodalan dan melindungi mereka.
Sangat naif dan konyol bila kita tidak mendukung dan bahkan menghalang-halangi Anies-Sandi untuk mewujudkan keadilan sosial dengan berlindung dibawah UU dan Peraturan yang tidak adil dan tidak memihak kepada mereka yang lemah dan belum maju.
Saya yakin dan percaya, Anies dan Sandi kuat menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari segala penjuru untuk menggagalkan pewujudan keadilan sosial di DKI karena Allah selalu bersama keduanya dan kita semua.
Allahu a’lam bisshawab