TB Hasanuddin: Menkeu Gagal Paham Soal Kebijakan Presiden Berantas Penyelundupan

 TB Hasanuddin: Menkeu Gagal Paham Soal Kebijakan Presiden Berantas Penyelundupan

(Kanan) Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Tubagus Hasanuddin/Foto:kangtbh.com

Jakarta, Lintasparlemen.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) diimbau untuk mengevaluasi para pembantunya di Kabinet Kerja. Pasalnya, para Menteri yang tak selaras dengan pemikiran Presiden, dipastikan bakal menghambat percepatan pembangunan.

Wakil Ketua Komisi I DPR-RI TB Hasanuddin mengatakan, perintah Presiden Jokowi kepada Kepala Bakamla dalam Rapat Kabinet 2 bulan lalu untuk memberantas penyelundupan memang sudah tepat.

Namun, bila anggaran Bakamla masih minim dan tidak cukup untuk menjalankan program besar pengamanan kelautan, maka hal itu ibarat jauh panggang dari api atau tindakannya bisa tidak sesuai dengan harapan.

“Komisi I mendukung program Presiden dalam pemberantasan penyelundupan.
Saya melihat dalam dua bulan kepemimpinan Bakamla yang baru sudah menjalankan perintah Presiden dengan benar. Penyelundupan banyak yang diberantas, misalnya kapal-kapal ikan ilegal. Namun, kasus penyelundupan ini terlalu banyak. Kalau anggarannya tidak ada kenaikan, bagaimana bisa pemberantasan itu dapat dilakukan secara tuntas,” ujar TB Hasanuddin, Sabtu (04/06/2016).

Menurut TB Hasanuddin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) seharusnya mampu menterjemahkan pemikiran Presiden Jokowi saat memberikan intruksi kepada Bakamla. Apalagi, sambung TB Hasanuddin, Bakamla harus mengawasi laut yang luasnya hingga tiga juta kilometer persegi dari Sabang sampai Merauke.

“Jika melihat anggaran Bakamla yang tak mengalami kenaikan, saya berpikir Kemenkeu tidak mendorong sedikitpun prioritas penguatan Bakamla untuk pemberantasan penyelundupan, atau memang ada upaya oknum mafia di internal Kemenkeu yang berusaha menggagalkan upaya Presiden dalam pemberantasan penyelundupan,” tutur TB Hasanuddin.

Sebagaimana diketahui, anggaran untuk Bakamla tahun 2016 hanya mendapat alokasi sebesar Rp326,2 Miliar. Bandingkan dengan anggaran untuk dan Badan Intelejen Negara (BIN) sebesar Rp1.592 Miliar.

Sementara rencananya dalam APBNP 2016 yang akan datang, Kemenkeu tidak memproyeksikan sama sekali adanya penambahan untuk Bakamla. Sementara BIN direncanakan akan mendapat penambahan sebesar Rp500 Miliar menjadi Rp2,092 Triliun .

“Operasi intelejen memang perlu. Tapi demi kedaulatan negara, operasi keamanan laut pun menjadi prioritas pemerintah,” tegas mantan Sekretaris Militer ini.

Melihat dari fakta itu, TB Hasanuddin berpendapat ketidakadaan pengalokasian anggaran Kemenkeu di sektor penegakan hukum dan keamanan laut adalah contok ketidakmampuan menyelaraskan dengan pemikiran Presiden Jokowi dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sebab, Bakamla dalam memberantas perdagangan gelap dan illegal fishing justru mampu meningkatkan pendapatan negara.

Ia menjelaskan, perang terhadap penyelundupan yang dilakukan Bakamla dapat mengoptimalkan penerimaan negara ratusan triliun, salah satunya dari penerimaan Bea dan Cukai. Dengan demikian, pembangunan yang sudah direncanakan Presiden untuk kesejahteraan rakyat dapat berjalan cepat.

“Kemenkeu harus paham Bakamla ini ‘profit center’ juga buat negara. Nampaknya ada pihak-pihak yang takut dengan besarnya Bakamla serta operasi-operasinya, maka dicari akal dengan dilemahkan anggarannya,” pungkas TB.Hasanudin.

Facebook Comments Box