Terkait Revisi UU Pilkada, DPR Sadar Sanksi Berat Pelaku Politik Uang Belum Diakomodir
JAKARTA, LintasParlemen.Com – Sejumlah kalangan mengusulkan agar revisi Undang-Undang tentang Pilkada termuat sanksi tegas untuk praktik money politics atau politik uang.
Meski sudah termaktub dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang N o.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU yang salah satunya mengatur mengenai larangan politik uang.
Namun pihak yang ingin mengusulkan poin sanksi tegas politik itu berpendapat, dalam UU itu belum mengakomodir sanksi terkait praktik politik uang pada pilkada.
Anggota Komisi II DPR Muhammad Luthfi Andi Mukhti berpendapat, aturan memberi sanksi bagi pelaku money politics atau politik uang sudah ada dalam UU itu.
Karena itu, Politisi NasDem itu meminta berbagai kalangan berkomitmen menjalankan UU itu tanpa pandang bulu.
“Yang jadi soalan aturan itu belum dijalankan secara konsisten. Termasuk memberi mahar politik pada pihak tertentu, itu sudah diatur,” terang Luthfi Mukhti seperti rilisnya, Jakarta, Sabtu (12/03).
“Sebenarnya larangan itu sudah lama ada. Juga soal mahar politik bagi calon dan partai sudah dilarang. Sanksinya jelas,” ujarnya.
Luthfi Mukhti mengungkapkan, dalam UU itu sanksi yang diberikan sangat berat. Namun, UU tersebut hanya sebatas “macan kertas” atau hanya sebatas rayuan gombal.
“Adapun sanksinya, pertama, paslon akan dibatalkan (pencalonannya, red). Kedua, hak parpol untuk mencalonkan pada periode berikut dicabut. Ketiga, parpol didenda 10 kali lipat. Tapi itu semua aturan gombal,” ujar politisi Asal Sulawesi Selatan ini yang digadang oleh masyarakat untuk jadi Gubernur Sulsel berikutnya.
Saat ditanya bahwa UU itu belum diatur dengang jelas dan gamblan terkait sanksi berat bagi pelaku politik uang?
“Memang itu masalahnya. Karena aturan untuk menegakkan sanksi itu belum ada, tidak ada,” pungkas. (SCA)