Terkait Spanduk Tolak Jenazah Pendukung Penista Agama, MUI: Hanya Alloh yang Berhak Menilai Kafir atau Munafik
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa’adi meminta umat Islam tidak melampau batas. Hal itu merespons beredarnya spanduk tolak salatkan jenazah pendukung dan pembela penista agama Cagub DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di sejumlah masjid di Jakarta.
“Kita di MUI menghimbau kepada semua umat Islam agar bersikap proporsional, tidak melampaui batas menyikapi hal itu,” kata Zainut Tauhid keterangan tertulisnya diterima lintasparlemen.com, Jakarta, Ahad (26/2/2017).
Menurut Zainut, dalam Islam hukum mengurus jenazah yang meliputi memandikan, mengafani, mensalatkan hingga mengantarkan jenazah ke kuburan hukumnya adalah fardu kifayah.
“Fardu kifayah artinya, jika sebagian dari umat Islam mengurus jenazah hingga di pemakaman terakhir. Maka, lenyap dosa seluruh umat Islam lainnya. Jika tak ada yang mengurusnya maka dosa bisa ditanggung seluruh orang yang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut,” jelas Zainut.
Zainut menyampaikan, dalam persoalan mengurus kuburan orang kafir atau munafik tidak elok menjadi polemik di masyarakat. Apalagi sampai menghakimi sesama umat Islam siapa yang bisa disebut Islam sebenarnya atau kafir munafik.
Karena, lanjut Anggota Komisi IV DPR RI ini, yang menentukan siapa munafik atau kafir itu hanya Allah SWT, bukan manusia. Apalagi sampai saling menuding paling benar.
“Kita itu tidak boleh menghukumi seseorang, apa orang itu munafik atau kafir, karena yang berhak menilai itu hanya Allah SWT saja,” ujarnya.
Politisi PPP ini menceritakan Sahabat Rasulullah SAW Umar bin Khattab RA. Umar RA pernah berkata, “Dulu ketika Rasulullah masih hidup, yang menilai orang itu munafik atau tidak dijawab dengan turunnya wahyu dari Allah.”
“Tapi sekarang, setelah Rasulullah wafat, maka berhak menghukumi seseorang itu beriman atau tidak, tak ada lagi. Karena manusia, hanya bisa melihat dari tampak lahirnya saja, tidak pada batinnya. Sebagaimana sabda Nabi: Nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (Artinya: Kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati),” jelas Zainut.
“Dan sabda Nabi ini menunjukkan kepada kita betapa tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain sepanjang orang tersebut masih memperlihatkan ke-Islamannya,” imbuh Zainut.
Seperti diwartakan, di sejumlah masjid di Jakarta terpasang spanduk menolak mensholatkan jenazah pembela penista agama. Spanduk itu seolah menyindir pendukung Ahok.
Di antaranya ada wilayah Karet, Setiabudi, Jakarta Selatan ditemukan ada 3 masjid yang dipasangi spanduk semacam itu, yaitu Masjid Mubasysyirin di Jalan Karet Belakang Selatan 1, Masjid Al-Ikhlas di Jalan Karet Belakang IV dan Masjid Al-Jihad di Jalan BB 9A. (HMS)