Tuntutan Jaksa Terhadap Ahok Jadi Polemik di Masyarakat
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Wakil Ketua Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Dahlan Pido, SH mengatakan tuntutan Jaksa terhadap terdakwa BTP alias Ahok menjadi polemik dalam masyarakat Indonesia.
Menurut Dahlan, kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok banyak menghabiskan energi bangsa dan biaya. Bukan itu saja, kasus itu juga ternyata memberikan hal yang menjadi polemik/ pertanyaan besar. Kenapa hukuman bagi Ahok lebih ringan dari si ‘penyebar’ video?
ACTA yang mendampingi pelapor pertama atas nama Habib Novel Chaidir Bamukmin, mempunyai hak untuk dapat menyampaikan Amicus Curiae (memberikan pandangan mengenai perkara yang sedang ditangani).
“Bahwa penodaan terhadap kitab suci ummat Islam dalam Surat Al Maidah ayat 51 yang dilakukan oleh Ahok dikatagorikan sebagai perbuatan yang dilarang dalam pasal 156a KUHP. Timbulnya perbuatan ini tidak dikehendaki dan sekaligus tidak dapat dihindari sebagai wujud kesengajaan,” jelas Dahlan seperti disampaikan pada lintasparlemen.com, Jakarta, Sabtu (22/4/2017).
Dengan memposisikan ulama atau umat Islam lain yang menyampaikan makna Al Maidah 51 secara tidak benar atau sebagai alat kebohongan maka itu adalah suatu kebohongan, dan kata pake yang digunakan itu juga lebih menyakinkan bahwa makna dari Al Maidah 51 yang disampaikan itu bohong.
“Saudara Jaksa tidak melihat adanya niat/Mens Rea terdakwa Ahok merupakan unsur kesalahan (Schuld) dalam wujud kesengajaan,” ujarnya.
Dahlan menyimpulkan bahwa pasal 156a KUHP yang dilakukan Ahok sudah pas karena penodaan terhadap agama masuk dalam delik hukum sebagai kejahatan. Di mana perbuatan itu bertentangan dengan asas-asas hukum positif yang berlaku dalam masyarakat Indonesia tanpa kecuali.
“Banyak Yurisprudensi mendukung itu, seperti hukuman pidana yang dijatuhkan kepada Arsewendo. Permadi dan Lia Eden tentg menodai agama bukan Golongan,” tegasnya.
Oleh karena itu, ACTA meminta Hakim menggunakan nurani untuk memeriksa tanpa merasa ada tekanan untuk menjatuhkan hukuman maksimal 5 tahun penjara sebagaimana ditentukan oleh pasal 156a KUHP kepada Ahok.
Hal ini juga diperkuat oleh Surat Edaran MA (SEMA No. 11 thn 1964) yang menyebutkan bahwa Agama merupakan unsur penting bagi pendidikan rohani. Maka MA perlu menginstrusikan, agar barang siapa melakukan tindak pidana yàng bersifat penghinaan terhadap agama diberi hukuman berat.
“Hukuman jangan sampai hanya untuk rakyat saja tapi begitu menyangkut elit politik dan pemerintah hukum jadi ompong,” pungkasnya. (AKH)