UU Pilkada Sudah Diteken Presiden, Bagaimana Nasib Poin Penyogokan?

 UU Pilkada Sudah Diteken Presiden, Bagaimana Nasib Poin Penyogokan?

Anggota Banggar dari Komisi II DPR RI dari Dapil Kaltim dan Kaltara, Hetifah Sjaifudian

JAKARTA, LintasParlemen.com – Setelah disahkan pada Paripurna DPR RI pada 2 Juni 2016 lalu, UU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, akhirnya ditandatangi Presiden dan diberi nomor.

Itu atinya, UU Pilkada telah diundangkan dan penyelenggaraan Pilkada dipastikan tidak terlambat lagi sebagai acuan regulasi pada penyelenggaraan pilkada 15 Februaei 2017 dan ke depannya.

Demikian disampaikan Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian yang bidangi masalah pemilu di Indonesia seperti rilis diterima LintasParlemen, Senin (04/07/2016).

“Kami mendapat informasi dari Kemetrian Sekretariat Negara, tanggal 1 Juli kemarin UU Pilkada sudah ditandatangani oleh presiden dan masuk di lembaran negara dengan nomor 10 Tahun 2016. Kita berharap seluruh tahapan Pilkada 2017 nanti segera berjalan”, ujar Hetifah.

Beberapa poin-poin penting dalam UU Pilkada yang baru antara lain: peningkatan kualitas verifikasi calon perseorangan. Komisi II dan pemerintah telah menyepakati untuk dilakukan verifikasi faktual dengan metode sensus.

Selanjutnya, mengenai pengaturan lebih lengkap tindak pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara atau pemilih.

Jika terpenuhi unsur-unsur mempengaruhi penyelenggara dan pemilih tersebut, lanjutnya, maka dikenai pidana penjara dan denda. Dan apabila calon melakukan tindak pidana semacam ini, maka dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon.

Terkait dengan dukungan pasangan calon dari partai politik atau perseorangan. Untuk syarat dukungan pasangan calon dari partai politik/gabungan partai politik tetap sebesar 20% dari jumlah kursi DPRD atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu.

“Sedangkan syarat untuk pasangan calon perseorangan Komisi II dan Pemerintah sepakat yakni paling sedikit 6,5% dan paling banyak 10% dari daftar pemilih tetap (DPT),” terangnya.

Poin penting UU Pilkada yang baru ini adalah penguatan Bawaslu. Di manaa Bawaslu saat ini berwenang menerima, memeriksa dan memutus tindak pidana menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara dan/atau pemilih.

“Upaya hukum ini dimulai dari Bawaslu Provinsi ke Bawaslu hingga ke Mahkamah Agung (MA),” terangnya daerah pemilihan (Dapil) Kalimantan Timur dan Utara ini.

Menurut Hetifah, semua aturan lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). KPU dikabarkan akan segera berkonsultasi dengan Komisi II DPR untuk membahas rancangan PKPU tersebut setelah ditandatanginya UU Pilkada oleh Presiden.

“Ketentuan yang lebih detail memang tidak diatur dalam UU. Nanti itu diatur dalam PKPU. Kami di Komisi II nanti akan Rapat Kerja dengan KPU untuk membahas hal itu (PKPU) dan kami harap produk hukum ini segera diupload ke laman resmi pemerintah agar bisa diunggah oleh masyarakat”, pungkasnya. (Roy)

Facebook Comments Box