Waspadalah, “Apa yang Dilakukan Komunis 1960-an, Sama Persis Apa yang Terjadi Hari Ini”
JAKARTA, Lintasparlemen.com – Masih ingatkah kita kebengisan komunis 50 tahun lalu sekitar tahun 1960-an lalu? Mungkin yang lahir di tahun 1970-an ke bawah tak merasakan kekejaman komunis kala itu. Setidaknya kita tahu dari orang tua, kakek atau dari pelajaran yang pernah kita dapat di bangku sekolah.
Kali ini Sastrawan Taufik Ismail ingin menceritakan atau mengingatkan kita bangsa Indonesia, kondisi kebangsaan yang terjadi saat ini sama persis apa yang dialami para ulama dan umat Islam 50 tahun lalu.
Taufik mengisahkan, situasi saat itu banyak ulama menerima fitnah dan kriminalisasi dari kaum komunis. Apa yang terjadi hari ini merupakan pengulangan apa yang dilakukan oleh komunis 50 tahun lalu, kata Taufik.
“Jika kita masih ingat, apa yang mereka lakukan sekarang merupakan pengulangan di masa lalu,” kata Taufik pada diskusi Aksi Bela Islam dan Ulama yang berlangsung di Masjid Baiturrahman, Menteng, Jakarta, Ahad (22/1/2017) kemarin.
Menariknya, dalam diskusi itu Taufik dengan berani menilai bahwa banyak kesamaan kondisi saat ini dengan usaha komunis ingin merebut kekuasaan di tahun 1960-an.
Ia mencontohkan, kala itu banyak pemimpin Islam yang difitnah dan berusaha memasukkan mereka ke dalam penjara dari hasil propaganda dan rekayasa mereka.
“Di masa tahun 60-an, mereka benar-benar berhasil memasukan penjara para pemimpin dan aktivis Islam seperti Buya Hamka dan Isa Anshary. Mereka banyak cara yang bisa dilakukan komunis untuk merebut kekuasaan dari penguasa yang sah. Dan persis sama dengan sekarang, berbagai macam alasan dicari untuk membenarkan dirinya,” jelasnya.
Namun dari usaha-usaha dari komunis itu, lanjutnya, mereka selalu gagal merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah.
“Tapi mereka terus berusaha agar usahanya berhasil mencapai apa yang mereka diinginkan,” pungkasnya.
Kali ini redaksi sedikit menyuguhkan sejarah Hamka. Dan menurut sejarah soal penangkapan Buya Hamka di tahun 1964. Sebelumnya sudah beredar kabar bahwa para ulama dan pemuka umat Islam, terutama tokoh-tokoh Masyumi, akan segera ditangkap.
Buya Hamka yang merasa dirinya bukan tokoh politik, dan ia kurang tertarik pada politik. Di mana dalam urusan politik, ia mempercayakan pandangannya pada sahabatnya, Natsir.
Meski Buya Hamka jabatannya tidak tinggi di Masyumi, namun ia dikenal luas sebagai juru kampanye dan orator andalan partai itu. Namun saat beredar kabar bahwa tokoh eks Masyumi dan para ’penentang pemerintah’ akan ditangkap, sikap Buya relatif tenang. Ia merasa bukan tokoh penting di Masyumi, dan juga tidak merasa sebagai penentang pemerintah saat itu.
Pagi itu, Buya baru pulang sehabis mengisi pengajian ibu-ibu. Setiba di rumah, ia beristirahat sejenak, sementara istrinya Ummi Siti Raham kurang sehat. Maka datanglah ‘tamu tak diundang’ atau sejumlah polisi berpakaian preman yang menunjukkan surat perintah penangkapan.
”Jadi saya ditangkap?”, kata Buya yang masih diliputi keheranan berujar secara pelan-pelan agar tidak mengejutkan istrinya. Rusydi, anaknya membereskan pakaian secukupnya. untuk Buya bawa.
Singkat cerita, selama penahanan tidak ada kabar soal Buya. Tak ada yang tahu di ditahan mana. Apa tuduhannya, bahkan masih hidup atau sudah meninggal.
Akhirnya ada kabar dan keluarga boleh mengunjunginya di Sukabumi. Kemudian, barulah istri dan kesepuluh anaknya dapat bertemu di bawah pengawasan para penjaga yang berwajah sangar. Namun, Buya sempat menyelundupkan pesan ke salah satu anak laki-lakinya, ”Para penjaga ini sama denganGestapo Nazi!” Surat itu disisipkan untuk dibaca di rumah.
Selama dipenjara, dari hari ke hari ia diinterogasi dengan kata-kata kasar dan penuh hinaan, hingga ia pernah ada niat untuk melakukan perlawanan. Namun ia batal setelah berpikir bahwa itu akan membuat keadaan menjadi makin buruk.
Dan tuduhan-tuduhan yang ditimpakan padanya murni dibuat-buat, karena pada tanggal terjadinya rapat yang dituduhkan itu. Ia tengah menghadiri sebuah acara besar yang dihadiri banyak orang, dan ia sebagai pembicara pada acara itu yang disaksikan semua orang.
Yang menyakitkan, para interogator ini tak mau tahu apa pun alasan yang diberikan, karena tujuan mereka memang untuk membuat Buya mengaku, bukan untuk mengorek sebuah kebenaran.
Suatu hari, kelelahan Buya telah memuncak. Ia kemudian diminta oleh penyidik menandatangani apa yang mereka inginkan. Buya pun membubuhkan tandatamgan sehingga penyidik senang dan Buya dapat istirahat sejenak.
Akhirnya, terungkap nama orang yang telah memfitnah Buya Hamka, dan mereka pun dijebloskan ke dalam tahanan.
Di tahun 1966, bersamaan dengan hancurnya kekuasaan PKI dan pemerintahan Soekarno, Buya Hamka dibebaskan. Semua tuduhan dialamatkan pada dirinya dihapuskan. Usai peristiwa itu, tak pernah terdengar Buya menuntut balas atas kezaliman yang telah dialaminya. Subhanallah. (Sejarah Hamka disadur dari berbagai pihak)