Yang Salahkan Ahok Naik Mobil RI 1, Tak Paham Presumption of Innocence

 Yang Salahkan Ahok Naik Mobil RI 1, Tak Paham Presumption of Innocence

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan

Oleh: Arteria Dahlan*

Komentar saya terkait Jokowi-Ahok naik mobil RI 1

Hadeuhhhh, kok rempong amat ya, kalau yang namanya tokoh, apalagi levelnya sudah nasional kok bicaranya tidak substansial.

Apa yang salah dengan hal itu, saya bukannya mau bela Ahok lho sebagamana teman-teman belakangan ini banyak bicarakan.

Saya hanya bicara yang benar dan proporsional. Kan presiden sedang meninjau proyek MRT yang kebetulan ada di wilayah Jakarta. Nah Jakarta itu punya pengampu, punya pemerintahan daerah yang dikepalai oleh gubernur. Kebetulan gubernurnya ada, sah dan legitimate, seklaigus mitra beliau, wakil beliau sebelum beliau jd Presiden, apa yg salah?

Kalau dikaitkan dengan Pilkada, kan konyol, UU pilkada tegas nyatakan incumbent berhenti cuti, artinya aktif kembali setelah masa kampanye, usai. Pak Ahok sah sebagai gubernur, bertemu, jalan bareng bahkan 1 mobil bersama itu sah-sah saja.

Apalagi dalam konteks menjalankan urusan pemerintahan, yang bersentuhan langsung mengawasi pilot project bagi indonesia dan Jakarta khususnya yang diinisiasi oleh mereka berdua kala itu. Dalam praktek ketatanegaraan sekalipun tidak ada yang salah, etika ketatanegaraan dan UU Pemerintahan Daerah.

Malah, justru kedua tokoh itu memperlihatkan kebersamaan, hubungan harmonis antara Presiden dan Gubernur. Hal seperti ini kan seringakali dilakukan oleh Pak Jokowi jika tak sedang didampingi oleh Ibu Negara, kok dipermasalahkan ya?

Kalau dikaitkan dengan statusnya Pak Ahok yang terdakwa, ini lebih ngawur lagi, kita ini negara hukum, paham sama azas dan prinsip hukum yg bersifat universal ga sih? Paham sama azas “presumption of innocence” atau azas “praduga tdk bersalah” di mana seseorang harus dinyatakan tak bersalah sampai dengan bersangkutan diputus bersalah oleh vonis lembaga peradilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ini kan Pak Ahok masih terdakwa, belum tentu juga bersalah, kok bisa-bisanya Pak Jokowi dianggap berbuat salah dan melanggar etika? Melecehkan lembaga yudikatif? Di mana basis logika berpikirnya? Di mana bangunan konstrusi hukumnya? Saya minta mereka yang berbicara seperti itu mbok ya dipikir sebelum bicara?

Kalau sudah terlanjur saya mohon kepada mereka untuk kembali kepada kewarasan berpikirnya. Kasihan rakyat disuguhi pemberitaan bohong seperti ini. Apalagi yang dilakukan mereka semata-mata masih dalam konteks melaksanakan kewajiban hukum, masih dalam jabatan, fungsi, kewenangan terkait dengan tugas pemerintahan.

Yang bicara etika politik dan semacamnya itu mengerti ga sih, dalam norma hukum itu sudah terkandung nilai etika dan moral. Jadi kalau tidak ada pelanggaran hukum ya sejatinya juga tidak ada pelanggaran etika. Itu kan pelajaran filsafat hukum kuliah hari pertama.

Serangan terhadap Pak jokowi maupun Pak Ahok belakangan ini sulit untuk tidak dikaitkan dengan pertempuran politik di pilkada DKI. Saya hanya sayangkan kepada mereka yang menyerang Pak Jokowi dan Pak Ahok walau dengan kemasan intelektual maupun kewenangannya selaku lembaga atau pimpinan lembaga negara.

Belajarlah dari pengalaman pilkada DKI putaran pertama, semakin banyak cacian, fitnah dan hujatan kepada Pak jokowi dan Pak Ahok, semakin banyak rakyat yang ingin tahu dan mencari kebenaran atas fakta. Warga Jakarta ini luar biasa hebat lho, mereka pemilih yang cerdas, kritis dan rasional. Tidak mudah percaya dan teryakinkan dengan berita dan pandangan yang keliru.

Lebih baik semua pihak menahan diri, terlebih tokoh masyarakat, buat Jakarta damai, sehingga pemilih bisa memilih dalam ketenangan dengan penuh kecermatan. Hindari statement yang menyerang pribadi orang, lebih baik pertempuran difokuskan pada visi misi dan program paslon.

Kuliti, kritisi program paslon, apa benar bisa dikerjakan oleh mereka, apakah feasible? Apa urgensi dan relevansinya? Hal seperti ini lebih baik daripada kelihatan rempong ngurusin dan ngomentarin hal yang ga penting.

Penulis: Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuanganerjuangan

Facebook Comments Box